Jumat, 09 November 2012

Jurnal 1 - Tinjauan Konsep




Review

Analisa Komparatif Antara Koperasi Simpan Pinjam (KSP) dan Koperasi Kredit (KOPDIT)*)

*) Kajian Kelompok Peneliti tahun 2008.
Artikel diterima 9 April 2009, Peer review 22 April s.d. 8 Juni 2009, review akhir 7 Juli 2009
**) Peneliti pada Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK (tim peneliti)

Oleh : 
Riana Panggabean**)



II. TINJAUAN KONSEP

              Sesuai dengan tujuan kegiatan ini yaitu membandingkan KSP dan kopdit dalam implementasi prinsip dasar koperasi. Perlu ditelusuri konsep prinsip-prinsip dasar koperasi, sesuai Undang-Undang Koperasi Nomor 25 Tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi dan Manajemen Operasional Koperasi Kredit. Hal ini dapat diuraikan sebagai berikut:

2.1 Prinsip-prinsip Koperasi

            Menurut Undang Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian disampaikan bahwa prinsip koperasi merupakan satu kesatuan dan tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan berkoperasi. Dengan melaksanakan keseluruhan prinsip tersebut, koperasi mewujudkan dirinya sebagai badan usaha sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berwatak sosial. Selanjutnya menurut Internasional Co-operative Alliance (2001) prinsip-prinsip ini tidak independen satu dengan lainnya sehingga tidak boleh dinilai secara parsial berdasarkan salah satu diantara prinsip-prinsip tersebut tetapi harus dinilai seberapa jauh koperasi secara benar mentaati prinsip-prinsip tersebut sebagai satu kesatuan.

Perincian prinsip-prinsip koperasi yang menjadi landasan operasional KSP dan kopdit dijelaskan sebagai berikut:

1). Keanggotaan yang Bersifat Terbuka dan Sukarela

            Keterbukaan dalam organisasi koperasi hanya bisa terlaksana jika ada kesukarelaan. Ada 4 prinsip yang berkaitan dengan keanggotaan yaitu (1) prinsip sukarela, (2) keterbukaan, (3) non diskriminasi dan (4) tanggung jawab. Prinsip keterbukaan adalah tanpa pembatasan yang dibuat-buat seperti simpanan pokok atau pendaftaran. Prinsip yang utama adalah sekali anggota diterima menjadi anggota koperasi mempunyai hak-hak yang sama dengan anggota sebelumnya termasuk dalam hak suara tanpa melihat besarnya total simpanan. Prinsip nondiskriminasi adalah bahwa anggota tanpa diskriminasi sosial, politik dan agama apapun. Prinsip tanggung jawab adalah keanggotaan koperasi harus terbuka terhadap semua orang yang mau menerima tanggung jawab sebagai anggota. Tanggung jawab meliputi: kontribusi dalam modal, partisipasi dalam bisnis, menanggung kontrol organisasi secara demokratis dan bila perlu meminta pertanggungjawaban pemimpin yang dipilih anggotanya.

          Sifat kesukarelaan dalam keanggotaan koperasi artinya bahwa: (1) Menjadi anggota koperasi tidak boleh dipaksa oleh siapapun, (2) Seorang anggota dapat mengundurkan diri dari koperasinya sesuai dengan syarat yang ditentukan dalam anggaran dasar. Sifat terbuka memberi arti dalam keanggotaan tidak dilakukan pembatasan atau diskriminasi apapun.

        Sukarela artinya orang-orang yang secara sukarela memilih untuk membuat komitmen terhadap koperasi mereka bahwa bergabungnya seseorang menjadi anggota koperasi tidak karena paksaan dalam bentuk apapun.

             Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa koperasi adalah organisasi yang bersifat sukarela dan terbuka bagi semua orang yang bersedia memanfaatkan pelayanannya dan bersedia pula untuk menerima tanggung jawab keanggotaan, tanpa membedakan jenis kalamin (gender), latar belakang, sosial, ras, politik dan agama.

2). Pengelolaan Dilakukan Secara Demokratis

          Prinsip demokrasi menunjukkan bahwa pengelolaan koperasi dilakukan atas kehendak dan keputusan para anggota. Para anggota memegang dan melaksanakan kekuasaan tertinggi dalam koperasi.
Karena koperasi adalah organisasi demokratis dikendalikan oleh anggotanya maka setiap anggota memiliki hak suara, hak pilih dan hak untuk menentukan sikap yang sama. Operasional prinsip ini dalam banyak koperasi diwujudkan pada Rapat Anggota Tahunan (RAT) dimana anggota aktif dalam membahas masalah dan kebijakan-kebijakan yang akan diputuskan, untuk menemukan sikap yang sama.

3). Anggota Berpartisipasi Dalam Kegiatan Ekonomi

          Para anggota memberikan kontribusi modal secara adil dan melakukan pengawasan secara demokratis terhadap modal, Sebagian dari modal menjadi milik bersama koperasi. Apabila ada modal lain hanya akan diberikan imbalan yang terbatas. Sisa Hasil Usaha dialokasikan untuk pengembangan koperasi, membentuk dana cadangan, dibagikan kepada anggota seimbang dengan transaksi yang mereka lakukan mendukung kegiatan lainnya yang disahkan rapat anggota.

4). Adanya Otonomi dan Kemandirian

             Koperasi adalah organisasi otonom, menolong diri sendiri serta diawasi oleh para anggota. Apabila koperasi mengadakan perjanjian dengan organisasi lain, termasuk pemerintah, atau memupuk modal dari sumber luar, koperasi melakukannya berdasarkan persyaratan yang menjamin pengawasan demokratis oleh para anggotanya dan mempertahankan otonomi mereka.

5). Pendidikan, Pelatihan dan Penerangan

            Koperasi memberikan pendidikan dan pelatihan bagi para anggota, memberikan penerangan kepada masyarakat umum, khususnya kepada pemuda dan pembentuk opini dimasyarakat tentang hakekat perkoperasian dan manfaat berkoperasi.

6). Kerjasama Antara Koperasi

        Koperasi melayani para anggotanya secara efektif dan memperkuat gerakan koperasi dengan kerjasama melalui struktur lokal, nasional, regional dan internasional.

7). Memiliki Kepedulian Terhadap Masyarakat

        Koperasi melakukan kegiatan untuk pengembangan masyarakat secara berkelanjutan, melalui kebijakan kebijakan yang diputuskan oleh rapat anggota.

2.2 Koperasi Kredit

            Menurut Badan Koordinasi Koperasi Kredit Daerah (1996:7) pengertian kopdit adalah badan usaha yang dimiliki oleh sekumpulan orang dalam suatu ikatan pemersatu, bersepakat untuk menabungkan uang mereka sehingga menciptakan modal bersama guna dipinjamkan diantara sesama mereka dengan bunga yang layak serta untuk tujuan produktif dan kesejahteraan. Pengertian konsep ini dijelaskan sebagai berikut:

1). Badan Usaha

Pengertian badan usaha (UU Nomor 25 Tahun 1992) pada kopdit adalah badan usaha dengan ciri khas pemiliknya adalah anggota-anggotanya. Oleh karena itu koperasi harus dikelola dengan memperhatikan kaidah-kaidah ekonomi tanpa melupakan tujuan dibentuknya usaha ini oleh kelompok pemiliknya. Anggota wajib mendukung kemajuan kopdit sebagai badan usaha.

2). Dimiliki Oleh Sekumpulan Orang

Dimiliki oleh sekompulan orang pria dan wanita yang berjumlah sekurang-kurangnya 20 orang. Anggota dalam kopdit adalah pemilik pelaksana, dan pengawas.

3). Dalam Suatu Ikatan Pemersatu

Dalam suatu ikatan pemersatu artinya sekumpulan orang diikat dipersatukan oleh adanya kepentingan bersama dan kebutuhan yang dirasakan bersama di dalam salah satu lingkungan masyarakat seperti:

a). Lingkungan Kerja (Accupational Common Bond)

Dimana sekelompok orang/anggota dipersatukan karena melakukan pekerjaan yang sama. Misalnya karyawan sebuah pabrik, rumah sakit, dan guru. Kopdit akan berkembang baik bila potensi keanggotaannya cukup besar. Jika potensi keanggotaannya tidak besar maka koperasi di tempat kerja saat tertentu dianjurkan membuka diri bagi bagi masyarakat sekitarnya.

b). Lingkungan tempat tinggal (Teritorial Commond Bond)

Dimana sekumpulan orang yang diikat oleh karena bertempat tinggal pada suatu tempat atau menjadi warga dari suatu daerah yang sama Misalnya satu lingkungan RT, RW dan RK. Bila sudah berkembang diharapkan membuka diri bagi masyarakat sekitarnya.

c). Lingkungan Perkumpulan (Asosieson Commond Bond)

Dimana sekumpulan orang diikat oleh karena sama-sama menjadi anggota dari suatu perkumpulan. Misalnya mahasisiwa, pramuka, buruh, olahraga, petani, wanita, pemuda dsb.

d). Bersepakat Untuk Menabung Uang Mereka yang Disisihkan Dari Penghasilan

Bahwa sekumpulan orang setuju tanpa paksaan untuk menabungkan uang yang mereka hematkan dari penghasilannya bersepakat untuk menabung. Ini berarti bahwa masing-masing bertanggung jawab, saling melayani dan mempercayai serta memanfaatkan tabungan untuk kemajuan bersama.

e). Menciptakan Modal Bersama

Bahwa modal diperoleh dari tabungan bersama-sama para anggotanya, sebagai (a) Modal sendiri berupa simpanan wajib dan pokok, (b) Modal-modal lain yang berupa modal hutang, modal penyertaan dan hibah.

f). Dipinjamkan Diantara Sesama Mereka

Artinya bahwa pinjaman diberikan kepada anggota-anggotanya dan pinjaman dijamin oleh watak baik si anggota peminjam serta kelayakan usaha.

g). Bunga yang Layak

Bahwa bunga pinjaman pada kopdit harus layak. Layak artinya dapat memberi balas jasa simpanan sesuai pasar dan dapat membiayai operasional kantor kopdit.

h). Tujuan Produktif dan Kesejahteraan

Pinjaman hanya diberikan untuk kebutuhan anggota bagi usaha-usaha yang bisa meningkatkan penghasilan dan atau usaha stabilitas kehidupan para anggota. Artinya pinjaman tidak boleh diberikan untuk tujuan konsumtif ataupun spekulatif.

Tujuan kopdit diimplementasikan dalam membimbing dan mengembangkan sikap menghemat diantara para anggotanya. Menghemat itu penting, karena dengan menghemat orang bisa menabung. Kopdit mengajarkan cara menghemat dengan memberikan bimbingan perencanaan keuangan keluarga anggota dengan baik, cara menyimpan uang secara praktis, menarik dan berhasil bagi anggota. Dengan menghemat seseorang bisa: (1) Menabung; (2) Memberikan Pinjaman layak, tepat, cepat, dan terarah; dan (3) Mendidik anggota dalam hal menggunakan uang secara bijaksana.

i). Tiga Pilar Koperasi Kredit Sebagai alat Pembangunan

Tiga pilar ini disebut Trilogi pembangunan yaitu: (1) Pendidikan, kopdit dimulai dengan pendidikan, dikembangkan dengan pendidikan dan dikontrol dengan pendidikan. (2) Setia kawan/Solidaritas. Kopdit tidak sekedar menghimpun dan menyalurkan kredit dari dan untuk anggota namun yang paling penting adalah bagaimana setiap anggota memperhatikan kepentingan kelompok daripada kepentingan sendiri. (3) Swadaya. Kopdit selalu berusaha untuk sedapat mungkin membiayai dirinya dalam pengertian bahwa anggota kopdit selalu berusaha agar koperasi kreditnya semakin besar dan sehat.

2.3 Implementasi Konsep Prinsip Koperasi Menurut Koperasi Kredit

      Implementasi konsep prinsip koperasi pada kopdit (credit union) dituangkan dalam Manajemen Profesional Koperasi Kredit yang diterbitkan oleh Induk Koperasi Kredit pada Pebruari 2003, sebagai acuan bertindak untuk melaksanakan usaha simpan pinjam. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

1). Koperasi Kredit Dikendalikan oleh Anggota

Perkembangan serta kegiatan pergerakan kopdit Indonesia selama ini dikendalikan oleh prinsip-prinsip kopdit (Mission Statement) yang diakui secara internasional dan pernyataan misi yang dikembangkan oleh Gerakan Koperasi Kredit Indonesia.

Agar dapat memahami sifat kopdit dan mengerti aspek-aspek unik gerakan ini terlebih dahulu perlu dipelajari prinsip-prinsip visi yang selama ini mengarahkan perkembangan gerakan tersebut.
Sebuah kopdit adalah usaha koperasi yang dimiliki dan dikendalikan oleh para anggotanya. Secara teoritis kopdit ditujukan untuk beroperasi secara non profit (tidak mengambil keuntungan). Pada kenyataannya keuntungan dan laba dari modal para anggota adalah sasaran yang justru harus diraih oleh semua kopdit. Namun kopdit tidak didirikan hanya sekedar untuk memberi keuntungan modal para anggota. Keuntungan yang diraih kopdit digunakan untuk tujuan-tujuan demokratis kesadaran sosial dan pengembangan manusianya. Inilah ciri khas yang membedakan kopdit dari lembaga keuangan lain seperti bank dan perusahaan-perusahaan pengawasan harta benda lainnya (trust companies).
Kopdit juga memberikan manfaat dan layanan bagi para anggota sesuai dengan besarnya jasa yang diberikan kepada kopdit tersebut.

2). Struktur yang Demokratis

Kopdit beroperasi berdasarkan prinsip demokrasi dimana keanggotaan terbuka untuk siapa saja. Para anggota memiliki hak yang sama dalam pemberian suara dan untuk turut serta dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi kelangsungan hidup kopdit tersebut.

3). Keanggotaan yang Terbuka dan Suka Rela

Keanggotaan kopdit bersifat sukarela dan terbuka bagi siapa saja dalam batas ikatan pemersatu sebuah kopdit tersebut, yang ingin mengambil manfaat dari layanan yang disediakan kopdit dan bersedia menerima tanggung jawab yang diakibatkannya.

4). Pengendalian (control) Demokratis

Para anggota kopdit memiliki hak suara yang sama dan hak yang sama pula untuk berpartisipasi dalam menentukan keputusan yang berpengaruh terhadap kopdit dimana hak ini tidak tergantung pada jumlah tabungan, simpanan atau volume bisnis masing-masing anggota. Pengambilan keputusan berdasarkan suara terbanyak dilakukan secara proporsional ataupun representatif sesuai dengan prinsip koperasi. Kopdit juga memiliki otonomi sendiri kaitannya dengan hukum dan peraturan negara dimana negara mengakui kopdit sebagai suatu koperasi yang melayani dan dijalankan sepenuhnya oleh anggota. Pengurus yang duduk dalam suatu kopdit sifatnya sukarela dan para pengurus yang terpilih seharusnya tidak digaji. Kopdit boleh mengganti biaya-biaya sah yang dikeluarkan oleh para pengurus terpilih tersebut.

5). Non Diskriminasi

Kopdit tidak membedakan ras, kebangsaan, jenis kelamin agama maupun politik.

6). Layanan kepada Anggota

Layanan kopdit ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan baik ekonomis maupun sosial para anggotanya.

7). Distribusi kepada Anggota

Dalam rangka mendorong penghematan melalui menabung dan juga agar dapat menyediakan pinjaman serta layanan lainnya maka setiap tabungan dan simpanan diberikan bunga dengan tingkat yang wajar berada dalam batas kemampuan kopdit bersangkutan.

Jika ada laba yang tersisa dari hasil kegiatan kopdit setelah dikurangi dana cadangan dan membayar deviden terbatas atas modal sendiri sesuai ketentuan. Sisa tersebut adalah hak semua anggota. Dimana tidak boleh ada anggota yang mendapat keuntungan lebih sementara anggota lain ada yang rugi.
Kelebihan itu bisa dibagikan kepada anggota dalam bentuk bunga atau laba sesuai jumlah transaksi yang mereka lakukan dengan kopdit bisa digunakan untuk meningkatkan pelayanan tambahan yang dibutuhkan anggota.

8). Membangun Stabilitas Keuangan
Salah satu aspek utama dari kopdit adalah membangun kekuatan finansial termasuk pengadaan cadangan keuangan dan pengendalian internal yang memadai agar layanan anggota bisa terjamin keanggotaannya.

9). Tujuan Sosial

Kopdit harus secara aktif mempromosikan pendidikan kepada anggotanya dan kerjasama dengan organisasi lain demi kepentingan bersama.

10). Pendidikan yang berkelanjutan

Kopdit harus secara aktif menyelanggarakan pendidikan mengenai prinsip-prinsip ekonomi, perkoperasian, managemen koperasi, managemen keuangan, sosial, demokrasi, kemandirian dari koperasi tersebut dalam melayani kebutuhan anggota.

2.4 Peubah dan Indikator Kajian

        Untuk mencapai tujuan umum pada kajian ini diidentifikasi indikator yang diasumsikan mampu menjelaskan inplementasi pelaksanaan prinsip-prinsip koperasi pada kedua sasaran kajian yang akan dibedakan dalam kajian ini. Ketujuh prinsip tersebut dijadikan variabel dan dari variabel diidentifikasi indikatornya seperti pada Tabel 1.

Jurnal 1 - Abstrak




Review

Analisa Komparatif Antara Koperasi Simpan Pinjam (KSP) dan Koperasi Kredit (KOPDIT)*)

*) Kajian Kelompok Peneliti tahun 2008.
Artikel diterima 9 April 2009, Peer review 22 April s.d. 8 Juni 2009, review akhir 7 Juli 2009
**) Peneliti pada Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK (tim peneliti)

Oleh : 
Riana Panggabean**)

Abstrak

         Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk membandingkan Simpan Pinjam Cooperativeand Kredit Koperasi (CC) dalam melaksanakan prinsip dasar koperasi. Hasil penilaian menunjukkan bahwa: 1) Ada perbedaan antara SLC dan CC dalam menerapkan prinsip-prinsip koperasi. Perbedaannya terletak pada penentuan persyaratan anggota pada prinsip koperasi pertama: Kewajiban Kerjasama) Pelaksanaan pendidikan pada prinsip koperasi kelima, b) horisontal dan vertikal dan implementasi interlending pada prinsip koperasi keenam, c) untuk membayar pajak tersebut sevent prinsip koperasi. 2) Apa yang benar-benar di bagian bawah itu (CC) lebih baik dalam menerapkan prinsip-prinsip kerjasama: a) Anggota adalah pemilik koperasi harus dilayani dengan baik, b) Pendidikan adalah fasilitas untuk meningkatkan kemampuan dan motivasi koperasi, c) Kerjasama antara CC merupakan instrumen saling membantu antara CC dan sumber daya dari peningkatan usaha di bidang jasa render kepada anggota, d) CC memiliki standar operasional yang jelas promosi.

            Saran yang diusulkan sejalan dengan kesimpulan yang disebutkan di atas: 1) LSC harus membuat persyaratan anggota yang lebih operasional sehingga anggota LSC akan lebih selektif kualitasnya. 2) Pendidikan untuk anggota dan pengelolaan SLC harus dilakukan secara rutin dan konsisten, 3) SLC perlu melakukan kerjasama horizontal dan vertikal dan mengimplementasikan interlending keuangan, 4) SLC diperlukan untuk menetapkan tingkat menengah dari SLC di tingkat kabupaten atau untuk beberapa utama SLC adalah yang berfungsi untuk mengkoordinasikan kepentingan SLC di bidang bisnis dan keuangan, 5) SLC diperlukan untuk mempersiapkan pelaksanaan standar operasional untuk SLC seperti CC.

Kata Kunci : KSP dan Kopdit berbeda dalam implementasi prinsip koperasi, syarat anggota, pendidikan, kerjasama horisontal dan vertikal.

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

        Ketika krisis ekonomi melanda di Indonesia, koperasi dapat bertahan dan bahkan berkembang, khususnya koperasi simpan pinjam. Ini merupakan bukti bahwa koperasi perlu diperkuat dan dipertahankan sebagai lembaga keuangan mikro agar selalu mampu melayani anggota dan masyarakat disekitarnya. Usaha simpan pinjam juga menjadi cikal bakal pertumbuhan dan pengembangan koperasi simpan pinjam di Indonesia dan usaha ini merupakan usaha dominan koperasi hingga saat ini.

            Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995 Tentang Pelakanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam, kegiatan usaha simpan pinjam adalah kegiatan yang dilakukan untuk menghimpun dana dan menyalurkannya melalui kegiatan usaha simpan pinjam dari dan untuk anggota koperasi yang bersangkutan, calon anggota koperasi yang bersangkutan,koperasi lain dan atau anggotanya.

            Koperasi simpan pinjam yang dikembangkan oleh Kementerian Negara Koperasi dan UKM ada dua bentuk yaitu (1) Koperasi Simpan Pinjam disebut KSP melaksanakan kegiatan usahanya hanya usaha simpan pinjam dan (2) Unit Usaha Simpan Pinjam disebut USP adalah unit usaha yang dibentuk dalam suatu koperasi sebagai bagian dari kegiatan usaha koperasi melakukan kegiatan usaha simpan pinjam (PP No 9 Thn 1995).

              Selain koperasi tersebut koperasi kredit (credit union) mulai timbul di Indonesia pada tahun 1950 adalah koperasi yang mempunyai kegiatan simpan pinjam sama dengan KSP/USP yang dikembangkan oleh Kementerian Negara Koperasi dan UKM tersebut. Koperasi kredit dimiliki oleh sekumpulan orang dalam suatu ikatan pemersatu, bersepakat untuk menabungkan uang mereka sehingga menciptakan modal bersama guna dipinjamkan diantara sesama mereka untuk tujuan produktif dan kesejahteraan anggotanya. Tujuan produktif dan kesejahteraan berarti bahwa pinjaman hanya diberikan pada anggota untuk dimanfaatkan modal usaha yang bisa meningkatkan penghasilan atau usaha stabilitas kehidupan para anggota. Artinya pinjaman tidak bisa diberikan untuk tujuan konsumtif ataupun spekulatif. Koperasi ini berhasil karena melaksanakan prinsip-prinsip koperasi secara tepat dalam menjalankan organisasi dan usahanya.

           Prinsip koperasi merupakan esensi dari dasar kerja koperasi sebagai badan usaha dan merupakan ciri khas dan jati diri koperasi yang membedakannya dari usaha lain. Yang dimaksud dengan prinsip-prinsip koperasi adalah (1) Keanggotaan sukarela dan terbuka, (2) Pengendalian oleh anggota secara demokratis, (3) Partisipasi ekonomi anggota, (4) Otonomi dan kebebasan, (5) Pendidikan dan pelatihan serta informasi, (6) Kerjasama antar koperasi dan (7) Kepedulian terhadap komunitas (Internasional Co-operative Alliance/ICA).

       Berdasarkan data yang diperoleh dari Bagian Kerjasama dan Jaringan Informasi pada Deputi Pengkajian Sumberdaya UKMK, perkembangan KSP sampai Tahun 2005 sangat pesat dijelaskan sebagai berikut: (1) Jumlah KSP 1.598 unit, (2) Jumlah anggota sebanyak 480.326 orang, (3) Jumlah nasabah 878.379 orang, (4) Modal pinjaman Rp 195,873,18 juta, (5) Modal sendiri Rp 776.216,03 juta, (6) Modal penyertaan Rp 6.640,94 juta, (7) Simpanan yang diterima Rp 325.270,95 juta, (8) SHU yg belum dibagi Rp 107.364,73 juta, (9) Total aset Rp 1.393.932,55 juta dan (10) Pinjaman yang diberikan Rp 1.154.815,88 juta.

           Demikian juga perkembangan USP pada tahun yang sama cukup menonjol yaitu: (1) Jumlah USP koperasi sebanyak 36.485 unit, (2) Jumlah anggota sebanyak 4.987.783 orang, (3) Jumlah nasabah 10.524.908 orang, (4) Modal pinjaman Rp 1.557.374,67 juta, (5) Modal sendiri Rp 4.054.858,83 juta, (6) Modal penyertaan Rp 200.000 juta, (7) Simpanan yang diterima Rp 1.545.578,36 juta, (8) SHU yg belum dibagi Rp 1.864.693.91, (9) Total aset Rp 7.524.063.62 juta dan (10) Pinjaman yang diberikan Rp 13.495.662 juta.

            Selanjutnya perkembangan koperasi kredit (kopdit) secara kuantitatif pada tahun 2006 dijelaskan sebagai berikut: (1) Jumlah koperasi kredit di Indonesia sebanyak 1.011 unit; (2) Jumlah anggota keseluruhan 668.346 orang, terdiri dari jumlah anggota laki-laki 399.502 orang dan jumlah anggota perempuan 268.844 orang; (3) Jumlah saham sebanyak Rp 1.118.165.288.633; (4) Simpanan non saham Rp 791.834.460.114 dan; (5) Jumlah pinjaman beredar sebanyak Rp 1.865.877.600.438 (Robert M.Z. Lawang 2007). Secara kualitatif menurut hasil penelitian dijelaskan bahwa kopdit cukup pesat perkembangannya dilihat dari pertumbuhan dan usahanya karena kopdit dapat bertahan dan berkembang terus bahkan dianggap berprestasi walaupun pada masa krisis. Koperasi ini dikembangkan dan berkembang sesuai dengan jatidiri koperasi (Sumisjokartono, 2002)

          KSP dan USP cukup pesat perkembangannya seperti yang disebut di atas. Namun dalam prakteknya disinyalir: (1) Ada terjadi penyimpangan-penyimpangan managemen organisasi dan usaha yang kurang sesuai dengan peraturan perundangan terutama yang menyangkut dengan prinsip dasar koperasi, (2) KSP saat ini menjadi alat untuk mencari rente ekonomi terutama fasilitasi perkuatan dari pemerintah, (3) Banyak KSP yang telah berubah menjadi lembaga keuangan yang hanya mencari keuntungan semata sehingga mengabaikan pelayanan kepada anggota. Sedangkan kopdit berhasil karena melaksanakan/menjalankan koperasinya sesuai dengan prinsip dasar koperasi secara konsisten. Kopdit dalam melaksanakan usahanya tidak menggantungkan diri kepada fasilitas dan bantuan pemerintah dan kopdit dalam melaksanakan usahanya hanya melayani anggota. masalah yang akan diamati dalam kajian ini adalah belum diketahui apa perbedaan antara KSP dengan kopdit dalam mengimplementasikan jati diri koperasi.

1.2 Tujuan dan Manfaat Kajian

         Tujuan kegiatan ini adalah membandingkan KSP dan kopdit dalam implementasi prinsip dasar koperasi.

1.3 Manfaat Kajian

             Sebagai bahan masukan bagi pengambil kebijakan/keputusan untuk pengembangan KSP dan kopdit lebih lanjut.



Jumat, 02 November 2012

Jurnal 5 - Kesimpulan



Review

KAJIAN DAMPAK KOPERASI TERHADAP ANGGOTANYA *)

*) Kajian Suplementasi Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK tahun 2006.
Artikel diterima 12 Mei 2009, peer review 12 Mei s.d. 8 Juni 2009, review akhir 7 Juli 2009.
**) Peneliti pada Deputi bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK (peneliti kajian)

Oleh :
Achmad H. Gopar**)


VI. Kesimpulan Dan Saran

         Dari penelitian ini ternyata kualitas sumberdaya manusia yang menjalankan kegiatan koperasi pedesaan ini belumlah memuaskan. Walaupun pada kenyataannya di beberapa koperasi banyak dari pengurus/pengawas dan pengelolanya telah mempunyai latar belakang pendidikan tinggi. Komposisi dalam suatu perangkat organisasi usaha belumlah cukup seimbang. Selain itu tingkat pengalaman yang umumnya masih belum lama, kadar keterlibatan pekerjaan yang masih belum memuaskan, akan turut mempengaruhi tingkat kemanfaatan sumberdaya manusia untuk pengembangan usaha koperasi. Untuk itu pendidikan perkoperasian maupun pendidikan keahlian bisnis bagi pengelola koperasi perlu lebih ditingkatkan lagi.

             Selain itu pula ”aturan main” bagi pelaksana haruslah dibuat berdasarkan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga, dan sistem serta prosedur yang berlaku secara lazim dalam bisnis. Pengembangan dan pengaturan organisasi dan managemen yang dimulai dengan mewujudkan ”aturan main” tersebut perlu terus dikembangkan sehingga terwujud suatu sistem managemen koperasi yang khas dan tepat guna.

         Dari segi permodalan koperasi pedesaan masih memerlukan penanganan yang lebih baik lagi. Terutama dalam hal pemanfaatan modal yang tersedia agar menghasilkan produktivitas dan efisiensi yang semaksimal mungkin. Dalam hal pencarian sumber dana eksternal serta memobilisasikannya guna memperkuat permodalan, maka perlu dilakukan pengkajian yang lebih spesifik dan terfokus. Dengan demikian tercipta suatu sistem keuangan koperasi yang mandiri. Peningkatan produktivitas permodalan dilakukan dengan meningkatkan perputaran modal yang ada. Karena hal tersebut menyebabkan frekuensi dan arus penciptaan marjin keuntungannya semakin meningkat. Peningkatan efisiensi permodalan dilakukan melalui perbaikan sistem managemen koperasi dan sistem operasional yang digunakan oleh anggota dalam mengelola aktivitas ekonominya.

           Mengingat adanya beberapa peraturan/perundangan yang menata sistem keuangan, maka diperlukan upaya dari suprastruktur (terutama dari pemerintah) untuk mengembangkan sistem keuangan koperasi. Untuk itu semangat yang dikandung oleh UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang sistem keuangan koperasi perlu dikaji lebih mendalam lagi. Hasil kajian dimaksud diharapkan dapat berdaya guna dan berhasil guna bagi kehidupan perkoperasian.

            Adanya berbagai peluang untuk pengembangan usaha sebagai konsekuensi dari berlakunya berbagai peraturan pemerintah yang sangat mendukung berkembangnya koperasi pedesaan (terutama UU Nomor 25 Tahun 1992) perlu diantisipasi oleh koperasi untuk lebih mengembangkan organisasi dan usahanya.
 
       Pengembangan organisasi dapat dilakukan melalui pengembangan organisasi internal dan aspek eksternal, terutama kemitraan. Secara umum dapat dikatakan bahwa kehadiran koperasi di pedesaan telah dirasakan dampaknya oleh anggota. Dampak berupa kemanfaatan umumnya dirasakan melalui pelayanan-pelayanan yang diberikan oleh koperasi, dinilai responden sebagai cukup baik. Sebagai misalnya adalah penjualan komoditi dengan harga yang wajar, kualitas yang memadai dan tersedia pada waktu yang diperlukan. Pelayanan koperasi dalam memberikan informasi pasar dan kepastian harga ternyata cukup bermanfaat bagi anggota. Dalam hal keperluan modal dan pinjaman ternyata juga telah dirasakan manfaatnya bagi para anggota. Terutama dalam hal kemudahan yang diperoleh anggota dalam kecepatan proses dan tingkat bunga. Pelayanan tersebut ternyata akan semakin dirasakan dengan meningkatnya partisipasi. Semakin aktif partisipasi anggota semakin besar manfaat yang dirasakan oleh anggota tersebut.

            Kemanfaatan koperasi bagi anggota selain kemanfaatan langsung usaha dan kegiatan ekonomi di tingkat anggotanya, juga perlu dikembangkan lebih lanjut pengembangan kemanfaatan koperasi dari sistem patron yang ada dalam koperasi. Untuk itu diperlukan kreativitas dan model kegiatan yang menggali potensi anggota maupun non anggota. Pada akhirnya kemanfaatannya akan jatuh kepada anggota.

       Sehubungan dengan hal tersebut koperasi sebagai badan usaha perlu lebih mengembangkan kegiatannya. Dampak kepada anggota akan sesuai dengan peluang yang ada dalam peraturan/perundangan. Kiat-kiat yang dapat dilaksanakan koperasi untuk meningkatkan dampak koperasi perlu ditemukenali, dikembangkan dan dilaksanakan dengan baik. Dari penelitian ini setidaknya ada beberapa kiat yang dapat dilakukan oleh koperasi, antara lain adalah: (1) Meningkatkan jumlah anggota, (2) Pemupukan modal sendiri, (3) Peningkatan volume usaha, (4) Penciptaan penanggulangan tunggakan kredit, (5) Penyertaan anggota dalam proses perencanaan, (6) Penciptaan keterkaitan usaha anggota, (7) Rapat Anggota Tahunan, dan (8) Pengawasan oleh anggota.

Jurnal 5 - Hasil Pengamatan



Review

KAJIAN DAMPAK KOPERASI TERHADAP ANGGOTANYA *)

*) Kajian Suplementasi Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK tahun 2006.
Artikel diterima 12 Mei 2009, peer review 12 Mei s.d. 8 Juni 2009, review akhir 7 Juli 2009.
**) Peneliti pada Deputi bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK (peneliti kajian)

Oleh :
Achmad H. Gopar**)


IV. Hasil Penelitian

       Secara umum dapat dikatakan bahwa para responden anggota koperasi adalah para anggota yang pekerjaaannya sebagai petani (74,1%). Usia mereka yang berada diatas 35 tahun ada sebanyak 83,3% dari keseluruhan responden. Mereka umumnya mempunyai latar belakang pendidikan yang belum memadai. Hanya sekitar 51,7% dari mereka yang mempunyai pendidikan diatas sekolah lanjutan pertama (SLP). Selebihnya mereka mengaku paling tinggi hanya tamat SLP. Namun demikian dari keseluruhan responden anggota tersebut umumnya mereka telah mendapatkan pendidikan non-formal dan keterampilan rata-rata sebanyak 2,4 kali. Keterangan secara menyeluruh untuk semua lokasi penelitian dapat dikaji lebih lanjut pada tabel 2.

       Jikalau kita tinjau ciri keanggotaan lainnya (tabel 3) terlihat bahwa para responden umumnya telah menjadi anggota koperasi selama lebih dari lima tahun (73,7%). Hanya sebagian kecil saja dari mereka yang menjadi anggota di koperasi lainnya (32%). Hal tersebut dapat dimaklumi. Karena mereka umumnya hidup di pedesaan. Organisasi koperasi di pedesaaan pada umumnya KUD adalah berbasis kewilayahan.


        Hal menarik lainnya adalah motivasi menjadi anggota koperasi. Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa menjadi anggota koperasi tidaklah hanya berdasarkan motivasi dan keinginan sendiri. Hanya sekitar 55,3% saja yang menjadi anggota koperasi atas keinginan sendiri. Sedangkan sebanyak 31,3% lainnya menjadi anggota koperasi karena atas anjuran kepala desa. Ini menarik untuk dikemukakan. Ternyata pengaruh anjuran para pembina dan pengurus ternyata masih cukup kecil. Pengaruh anjuran pembina dan pengurus terhadap calon anggota untuk menjadi anggota koperasi yang hanya sekitar 8% tentunya belumlah bisa menggambarkan bahwa anjuran dan penyuluhan belum memadai. Efektivitasnya perlu untuk dikaji lebih lanjut.


      Ciri lainnya yang penting untuk dikaji adalah kenyataan bahwa para anggota koperasi umumnya merupakan petani kecil. Berlahan sempit kepemilikan lahan rata-rata hanya sekitar 0,96 ha. Tentunya kepemilikan lahan ini sangatlah bervariasi antar lokasi penelitian. Di Sumatera Utara para anggotanya menjadi pemilik kebun kelapa sawit ternyata memiliki lahan yang jauh lebih luas dari rata-rata kepemilikan lahan tersebut diatas (sekitar 1,2 ha). Begitu juga halnya dengan di Sulawesi Utara yang kepemilikan lahan para anggota koperasinya rata-rata sekitar 1,3 ha. Bagaimana manfaat dan dampak koperasi bagi anggotanya dalam hal ketersediaan beberapa komoditi dan ketepatan waktunya dapat dilihat pada tabel 4 dibawah ini.


        Dari tabel 4 terlihat bahwa komoditi pupuk ketersediaan dan ketepatan waktunya merupakan yang tertinggi angka persentasenya. ini berarti sebagian besar dari responden (77,3%) menyatakan bahwa komoditi pupuk cukup tersedia dan waktunya tepat saat dibutuhkan. Untuk komoditi lainnya seperti obat-obatan dan bibit, kredit, dan lainnya, ternyata belumlah cukup memuaskan ketersediaan dan ketepatan waktunya. Masing-masing hanya 63,3%, 57,3%, dan 64% saja dari para responden yang menyatakan bahwa ketersediaan beberapa komoditi tersebut adalah cukup dan pada waktu yang tepat.

     Dalam hal transaksi antara anggota dan koperasinya, sebagian besar para responden (75,3%) menyatakan mereka mendapatkan kemudahan dari cara pembayaran yang diberikan oleh koperasi.


     Mengenai harga komoditi, ternyata mendapatkan tanggapan yang cukup berbeda antar daerah. Sebagaimana terlihat pada tabel 5, bahwa sebagian anggota koperasi sarnpel di Sumatera Utara (56%) dan D.I. Yogyakarta (86%), harga pembelian komoditi milik anggota oleh koperasi jika dibandingkan dengan pasaran umum adalah normal ataupun relatip sama. Hanya sebagian kecil saja dari mereka (3%) yang menyatakan harga pembelian oleh koperasi adalah lebih tinggi. Ini sangat berbeda dengan pendapat para anggota koperasi sampel di Sulawesi Utara. Sebanyak 62% dari para respondennya menyatakan bahwa harga pembelian oleh koperasi adalah lebih tinggi. Hal tersebut dapat dimaklumi jika kita melihat latar belakang para anggota koperasi di Sulawesi Utara. Pada umumnya adalah para petani cengkeh yang sistem jual belinya sudah diatur dengan sistem tataniaga cengkeh. Hal ini menarik untuk disimak dan dikaji jika dibandingkan jawaban responden dari Sumatera Utara adalah sebanyak 28% dari mereka menyatakan harga koperasi adalah lebih rendah. Apakah hal tersebut berkaitan dengan komoditi kelapa sawit yang kelola. Kiranya perlu pendalaman lebih lanjut.

       Pada umumnya para responden menyatakan harga koperasi dapat dijadikan patokan harga bagi komoditi yang mereka kelola. Ada sebanyak 72% responden menyatakan bahwa harga koperasi merupakan barometer transaksi jual beli. Demikian juga dengan kepastian harga, sebanyak 83,3% responden menyatakan bahwa koperasi telah memberikan kepastian harga bagi komoditi yang mereka kelola. Berarti koperasi sedikit banyak telah dapat mengendalikan harga komoditi yang dikelola anggota. Hal tersebut menyebabkan terhindarnya fluktuasi harga yang merugikan anggota.

       Kemanfaatan lain yang dirasakan para responden adalah dalam hal pemasaran komoditi dan peminjaman modal ke koperasi. Hal ini dapat dilihat pada tabel 6. Dalam hal kemudahan informasi pasar, sebanyak 92% responden menyatakan mendapatkan kemudahan dalam mendapatkan informasi pasar. Mengenai kemanfaatan informasi tersebut, umumnya sepakat (sekitar 95,3% responden) menyatakan bahwa informasi pasar yang mereka dapatkan tersebut adalah membantu memahami pasar. Selain itu sebanyak 72,6% responden menyatakan bahwa pelayanan koperasi dalam hal informasi pasar ini adalah baik. Sebanyak 7% dari mereka menyatakan pelayanan tersebut sangat baik. Dalam hal pinjaman, sebanyak 34% responden menyatakan pernah meminjam uang kepada koperasi. Sebagian besar (80,7%) menyatakan bahwa proses peminjaman tersebut cukup mudah dan tidak berbelit-belit. Umumnya 92% responden menyatakan bahwa bunga yang dikenakan oleh koperasi cukup rendah.


      Bagaimana dampak koperasi dirasakan oleh anggota. Hal ini dapat dikaji pada tabel 7. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa sebanyak 81,3% responden menyatakan bahwa koperasi telah memberikan dampak yang positif terhadap kemajuan anggota. Umumnya sebanyak 98,7% responden sepakat menyatakan bahwa koperasi telah memberikan dampak positif terhadap peningkatan lapangan kerja di daerah kerjanya.

          Pengaruh koperasi terhadap peningkatan perekonomian desa ternyata, mendapatkan tanggapan positif dari para responden. Sebanyak 51,7% responden menyatakan bahwa koperasi cukup mempengaruhi, sedangkan sebanyak 45% lainnya menyatakan sangat mempengaruhi terhadap peningkatan perekonomian pedesaan.

          Ada sebanyak 85% responden menyatakan bahwa koperasi dapat merupakan alat perubahan dalam pembangunan ekonomi. Angka persentase tersebut hampir sama dengan yang menyatakan bahwa koperasi dapat merupakan alat pertumbuhan dalam perekonomian anggota. Sebanyak 86,3% responden menyatakan bahwa koperasi dapat merupakan alat pertumbuhan dalam perekonomian anggota. Sebagai alat perubahan, koperasi dimaksudkan dapat menjadi wahana atau agen untuk setiap perubahan (change agent) dalam pembangunan. Sebagai alat pertumbuhan dalam perekonomian anggota, maka koperasi diharapkan dapat mengembangkan dan meningkatkan perekonomian anggota.

      Selain hal-hal tersebut di atas, ada sebanyak 72% responden yang menyatakan bahwa koperasi merupakan alat perlindungan dalam pembangunan ekonomi. Di lain pihak ada sebanyak 71,3% lainnya menyatakan bahwa koperasi dapat merupakan fasilitator dalam pembangunan ekonomi.


          Dari uraian di atas diungkapkan dampak koperasi sebagaimana yang dirasakan oleh anggota. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa koperasi telah memberikan dampak positif dalam hal-hal sebagaimana diterangkan di atas. Namun demikian perlu diingat bahwa ukuran yang digunakan dimaksud adalah ukuran subjektif-kualitatif, sehingga sebenarnya masih diperlukan lagi pengukuran yang bersifat objektif-kuantitatif.









Jurnal 5 - Metode Penelitian



Review

KAJIAN DAMPAK KOPERASI TERHADAP ANGGOTANYA *)

*) Kajian Suplementasi Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK tahun 2006.
Artikel diterima 12 Mei 2009, peer review 12 Mei s.d. 8 Juni 2009, review akhir 7 Juli 2009.
**) Peneliti pada Deputi bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK (peneliti kajian)

Oleh :
Achmad H. Gopar**)


III. Metode Penelitian

              Untuk mencapai tujuan proyek penelitian ini dan berdasarkan ruang lingkup kegiatan yang dicakup, maka pelaksanaannya dilakukan berdasarkan metodologi dan prosedur yang disusun sebagai berikut:
  • Lokasi Penelitian
         Lokasi penelitian ditetapkan berdasarkan berbagai pertimbangan kebutuhan akan representasi dari keadaan yang ada di lapang dan ketersediaan dana, dan berbagai pertimbangan non teknis lainnya. Lokasi untuk penelitian ini adalah provinsi Sumatera Utara, D.I. Yogyakarta, dan propinsi Sulawesi Utara.
Pemilihan tiga propinsi dimaksud diharapkan dapat mewakili keragaman situasi dan kondisi lingkungan koperasi di berbagai wilayah Indonesia lainnya. Sifat dan keadaan serta karakteristik yang khas dari ketiga daerah tersebut menjadi pembanding untuk masing-masing situasi dan kondisi lingkungan lainnya yang mungkin berbeda.
  • Pemilihan Koperasi Contoh
       Pemilihan koperasi contoh didasarkan kepada berbagai pertimbangan pula, sebagaimana pada pemilihan lokasi penelitian. Pada penelitian ini koperasi sampel ditentukan secara acak (random) dari sejumlah koperasi pedesaan yang masih aktif di provinsi lokasi penelitian. Berdasarkan pertimbangan kemampuan pelaksanaan, dukungan pembiayaan dan representasi data yang dapat diambil, ditetapkanlah sebanyak 15 KUD sebagai objek penelitian. Jumlah KUD untuk masing-masing provinsi ditentukan secara proporsional sesuai dengan jumlah KUD dan KUD mandiri yang ada di setiap propinsi tersebut.


          Sesuai dengan jumlah KUD yang ada di masing-masing provinsi, maka ditetapkanlah sebanyak 6 (enam) KUD di Sumatera Utara, 4 (empat) KUD di Yogyakarta, dan 5 (lima) KUD di Sulawesi Utara sebagai koperasi sampel. Dengan pertimbangan efektivitas pelaksanaan survai, koperasi yang terpilih sebagai sampel hanyalah diambil dari beberapa kabupaten saja, tidaklah menyebar di semua kabupaten.

         Selanjutnya untuk setiap koperasi sampel diambil sebanyak 10 orang anggota sebagai responden. Responden anggota ini diperlukan untuk menggali data dan informasi yang lebih banyak mengenai dampak koperasi terhadap anggotanya. Namun juga sebagai salah satu upaya untuk melakukan uji silang (cross-check) terhadap data dan informasi yang didapat dari koperasi sampel (dalam hal ini diwakili oleh pengurus). 
  • Metoda Analisis
       Analisis yang dilakukan sangatlah erat kaitannya dengan tujuan penelitian, ketersediaan data dan informasi yang didapat dan pertimbangan seperti kemampuan para peneliti, ketersediaan perangkat keras dan lunaknya, ketersediaan waktu dan dana. Penelitian ini menggunakan model-model analisis statistik deskriptip sederhana (simple descriptive statistics) sebagaimana dikemukakan oleh Welch & Comer (1988).

      Perlakuan dan pengolahan akan dilakukan terhadap distribusi frekuensi. tendensi pemusatan dan penyebaran (Neter, et al, 1988). Teknik ini digunakan karena secara sederhana akan dapat menggambarkan kecenderungan yang terdapat pada suatu populasi. Dengan melihat kecenderungan dari data yang terolah, maka kita akan dapat memprediksikan kemungkinan maupun alternatip yang ada dari data.


Jurnal 5 - Kerangka Pemikiran



Review

KAJIAN DAMPAK KOPERASI TERHADAP ANGGOTANYA *)

*) Kajian Suplementasi Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK tahun 2006.
Artikel diterima 12 Mei 2009, peer review 12 Mei s.d. 8 Juni 2009, review akhir 7 Juli 2009.
**) Peneliti pada Deputi bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK (peneliti kajian)

Oleh :
Achmad H. Gopar**)


II. Kerangka Pemikiran

         Setidaknya ada tiga cara untuk mengukur keberhasilan pembangunan koperasi, yaitu dilihat dari dimensi pertumbuhan (cooperative growth), sumbangannya terhadap GDP maupun GNP (cooperative share), dan dampak koperasi (cooperative impact) terhadap anggota dan lingkungan yang dipengaruhinya.

         Dimensi pertama dapat dijelaskan sebagaimana berikut. Berdasarkan suatu asumsi bahwa semua koperasi akan berusaha secara maksimal untuk melayani anggotanya atau berorientasi pada kepetingan anggota, maka dengan semakin besarnya pertumbuhan koperasi memberikan indikasi semakin banyak jumlah anggota yang memperoleh manfaat dari kehadiran koperasi. Berdasarkan asumsi ini maka pengukuran keberhasilan pembangunan koperasi dapat dilakukan melalui pengukuran pertumbuhannya.

            Dengan menggunakan cara yang pertama, yaitu dilihat dari perspektif pertumbuhan koperasi ternyata hasilnya belum memuaskan. Banyaknya anggota belum menggambarkan besarnya manfaat keberadaan koperasi karena hanya sebagian kecil dari mereka yang memiliki akses terhadap pelayanan koperasi. Di lain pihak jika kita mengukur dari segi cooperative share terhadap GDP, peranan koperasi terlihat belum memadai dan belum menggambarkan dampak penggandanya terhadap seluruh aspek kehidupan anggota koperasi maupun masyarakat. Pemikiran ini selanjutnya akan sampai pada suatu justifikasi bahwa mengukur keberhasilan koperasi menurut dimensi pertumbuhan dan sumbangannya terhadap GDP dianggap kurang memadai.

             Mengingat basis kekuatan koperasi adalah pada anggota, maka partisipasi anggota merupakan kata kunci yang melambangkan dampak keberhasilan koperasi dalam memperbaiki kesejahteraan para anggotanya. Selain itu partisipasi merupakan dasar kekuatan koperasi. Pengukuran dampak koperasi dalam bentuk kemanfaatan koperasi dan partisipasi sebagai komplemen bahkan mungkin subtitusif dari dua tolok ukur dan atau cara pengukuran di atas, memerlukan suatu studi secara khusus dan komprehensif mengenai dampak koperasi pada tingkat (level) anggotanya.


           Monitoring dapat dirumuskan sebagai proses pengukuran, pencatatan, pengumpulan, pengolahan, dan penyajian informasi untuk membantu pengelola dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kinerjanya dalam mengelola suatu organisasi atau perusahaan. Kinerja dapat diartikan sebagai suatu tingkat pencapaian target selama periode tertentu. Misalnya dalam sebuah koperasi pertanian telah dilakukan inventarisasi atau pencatatan terhadap luas area yang ditanami, volume bibit, pupuk dan kredit yang akan disalurkan kepada petani anggota, volume hasil produksi yang akan dipasarkan atau diserap dan sebagainya. Atas dasar itu, ditetapkan rencana dan program yang hendak dicapai oleh koperasi dalam kurun waktu tertentu. Dalam pelaksanaan perlu dipantau terus menerus. Tujuannya adalah mendapatkan informasi jumlah atau volume komoditi atau kebutuhan anggota yang sudah tersalur maupun jumlah anggota yang sudah menerimanya dan seterusnya.

         Selain itu dilakukan evaluasi membandingkan pelaksanaan program yang telah dicapai secara aktual dan dampaknya dengan rencana yang hendak dicapai. Kegiatan ini disebut evaluasi (impact monitoring). Dengan cara ini membantu menemukan sebab keberhasilan maupun kegagalan dari berbagai program. Selanjutnya dilakukan penyesuaian terhadap kebijaksanaan dan tujuan yang hendak dicapai.

           Kegiatan monitoring dan evaluasi sangat penting bagi individual koperasi yang bersangkutan. Karena secara cepat dapat mengkoreksi berbagai kesalahan ataupun penyimpangan yang terjadi pada koperasi. Disamping itu koperasi menjadi semakin kritis dan realistis dalam perumusan kebijaksanaan dan perencanaannya.

Ada beberapa pertimbangan pentingnya koperasi untuk melakukan monitoring dan evaluasi secara mandiri, antara lain yaitu:

(a). Hubungan koperasi dengan para anggotanya menjadi semakin dekat dan tidak terjadi kesenjangan antara koperasi dan anggotanya. Kegiatan ini juga dapat dijadikan sarana komunikasi dua arah dan member education;

(b). Secara dini koperasi dapat menemukenali kesalahan dan penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan program. Lebih mudah dan cepat untuk melakukan penyempurnaan;

(c). Keterbatasan sumberdaya yang ada pada pemerintah, (berupa tenaga pelaksana dan pembiayaan) tidak memungkinkan koperasi secara nasional untuk melakukan kegiatan ini. Pada umumnya hasil evaluasi pemerintah tidak segera dikomunikasikan dengan koperasi yang diamati;

(d). Dalam rangka operasionalisasinya akan lebih efektif, efisien serta manageable jika dilakukan oleh koperasi itu sendiri. Selain itu terjamin tingkat akurasi dan reliabilitas data dan informasi yang disajikan.


Anggota sebagai kelompok sasaran (target group) merupakan objek pelaksanaan monitoring dan evaluasi. Operasionalisasi kegiatan secara mekanistis diarahkan untuk memasok data agregat pengambilan keputusan di tingkat pemerintah melalui jaringan kerja (network): Anggota – Koperasi – Kantor koperasi di kabupaten/ kota – Provinsi – Pemerintah pusat.

         Di samping data/informasi perkembangan organisasi dan usaha, dilaporkan hasil monitoring dan evaluasi dampak koperasi pada tingkat anggota kepada dinas koperasi kabupaten/kota. Secara simultan koperasi yang bersangkutan sudah dapat memanfaatkan hasil penelitian untuk penyesuaian dan penyempurnaan kebijakan.

            Kantor dinas membuat laporan kumulatif perkembangan koperasi. Merangkum hasil monitoring dan evaluasi masing-masing koperasi yang ada di daerahnya. Selanjutnya dilaporkan kepada kantor dinas koperasi tingkat provinsi. Kantor dinas tingkat provinsi akan menyusun laporan sedemikian rupa kepada pemerintah pusat.


Jurnal 5 - Abstrak


Review

KAJIAN DAMPAK KOPERASI TERHADAP ANGGOTANYA *)

*) Kajian Suplementasi Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK tahun 2006.
Artikel diterima 12 Mei 2009, peer review 12 Mei s.d. 8 Juni 2009, review akhir 7 Juli 2009.
**) Peneliti pada Deputi bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK (peneliti kajian)

Oleh :
Achmad H. Gopar**)

Abstrak

          Penelitian ini telah dilakukan dalam rangka mengkaji dampak dari koperasi bagi para anggotanya. Penilaian ini dilaksanakan di tiga provinsi, Sumatera Utara, DI Yogyakarta, dan Sulawesi Utara, meliputi 15 koperasi dan sekitar 150 anggota koperasi. Data dianalisis menggunakan statistik descripted sederhana.
Penelitian menunjukkan beberapa hasil penting. Sumber daya manusia koperasi - dewan direksi, manajemen dan anggota - lemah. Kelemahan telah terjadi di beberapa daerah seperti pendidikan, pengalaman dan komposisi direksi dan manajemen. Aturan perilaku dalam koperasi belum dikembangkan secara sistematis, tugas dan tanggung jawab kepada direksi, manajemen, auditor dan anggota tidak secara eksplisit ditulis.         
        Secara finansial, koperasi gagal untuk memobilisasi modal dan menggunakannya lebih produktif. Koperasi belum membangun sistem intermediasi keuangan di antara mereka sendiri sehingga modal yang dapat digunakan lebih produktif dan efisien. Koperasi telah memberikan dampak yang baik bagi para anggotanya, terutama di daerah pedesaan. Dampaknya melewati yaitu jasa; kebijakan harga koperasi, kualitas produk, dan waktu layanan. Informasi pasar dari koperasi juga berguna bagi anggota dalam menjual produk mereka. Anggota juga diuntungkan melalui kegiatan simpan pinjam.

Kata Kunci : Dampak, indikator, kelompok sasaran, partisipasi, intermediasi, kemanfaatan


I. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

         Tiga alasan utama yang melatarbelakangi pentingnya penelitian untuk menilai dampak koperasi pada tingkat anggotanya: 1). Kepentingan untuk mengembangkan koperasi sebagai alat untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk miskin; 2). Kepentingan untuk mengukur kemajuan koperasi menurut dimensi pertumbuhan secara agregat dan sumbangannya terhadap pendapatan regional maupun nasional. Pengukuran yang dilakukan selama ini dirasakan belum memadai untuk menerangkan manfaat keberadaan koperasi bagi anggota dan masyarakat sekitarnya; dan 3). Pemikiran bahwa dalam melihat kemajuan yang dicapai koperasi atau manfaat kehadiran koperasi di tengah-tengah masyarakat perlu pemantauan dan evaluasi sejauhmana dampak koperasi terhadap anggotanya.

         Bertitik tolak dari ke tiga alasan di atas maka lahirlah gagasan dan pemikiran untuk mengembangkan sistem monitoring dan evaluasi dampak koperasi di tingkat anggota. Untuk itu diperlukan upaya untuk mengembangkan indikator-indikator monitoring dan evaluasi dampak koperasi terhadap anggotanya. Indikator-indikator tersebut diujicobakan dalam penelitian agar bisa disempurnakan dan secara berkesinambungan disesuaikan dengan kebutuhan untuk mengukur dampak koperasi terhadap anggota.
Penelitian ini merupakan suplementasi dari penelitian Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK, Kementerian Negara KUKM, yang dilaksanakan tim dari Universitas Indonesia dengan judul ”Kajian Dampak Pemberdayaan KUKM terhadap Kesejahteraan Rakyat”, tahun anggaran 2006.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
  1. Melakukan uji coba dan pengembangan indikator-indikator pengukuran dampak koperasi terhadap anggota;
  2. Melakukan pengukuran dampak koperasi terhadap anggota pada beberapa lokasi terpilih.
1.3 Manfaat Penelitian

Kegiatan penelitian ini pada dasarnya akan dapat memberikan manfaat ganda, baik kepada gerakan koperasi maupun kepada pemerintah, dalam hal-hal sebagai berikut :
Manfaat yang dapat diambil oleh gerakan koperasi adalah sebagai berikut:
  1. Meningkatkan kemampuan analisis secara kritis para pengelola koperasi;
  2. Memberikan masukan kepada koperasi itu sendiri dalam rangka merumuskan kebijakan organisasi dan usahanya.
Sedangkan bagi Pemerintah kegiatan ini akan memberikan manfaat sebagai berikut :
  1. Memberikan masukan informasi yang berguna dalam penyusunan kebijaksanaan pembangunan koperasi;
  2. Memberikan masukan kebijaksanaan dalam penyusunan sistem dan mekanisme monitoring dan evaluasi pembangunan perkoperasian.
1.4 Ruang Lingkup

         Mengingat penelitian ini lebih merupakan proyek perintisan yang bersifat eksperimental study yang pelaksanaannya dilakukan juga oleh koperasi, maka cakupan kegiatannya meliputi sebagai berikut:
  • Alih Pengetahuan
          Uji coba dan pengambilan data pada penelitian melibatkan langsung tenaga pengelola koperasi sebagai pelaksana pengumpulan data penelitian. Tenaga-tenaga dari koperasi tersebut diikutsertakan dalam proses pelaksanaan penelitian sehingga diharapkan akan terjadi proses alih pengetahuan (learning by doing) mengenai penelitian perkoperasian.
  • Aspek Penelitian
           Para pengelola yang melaksanakan penelitian tersebut dibekali dengan pengetahuan teknis penelitian maka selanjutnya mereka langsung dilibatkan dalam praktek atau proses penelitian. Obyek pengamatan adalah koperasi dan anggotanya. Sebagai responden untuk mewakili koperasi adalah pengurus atau pengelola koperasi, sedangkan untuk anggota koperasi diwawancarai sebanyak sepuluh orang anggota koperasi yang ada di wilayah kerjanya. Dari mereka digali informasi yang dibutuhkan dengan menggunakan kuesioner yang telah disiapkan.
  • Aspek Pengamatan
          Informasi atau data yang dikumpulkan pada dasarnya tergantung pada tujuan yang hendak dicapai oleh penelitian itu sendiri. Dalam kerangka monitoring dan evaluasi dampak koperasi, maka secara umum dapat dikelompokkan dalam dua kategori data, yaitu: 1) Data yang bisa dimonitor setiap saat dan secara terus menerus (monitorable), seperti misalnya jumlah anggota, jumlah simpanan, volume usaha dan sebagainya; dan 2) Data yang tidak yang tidak bisa dimonitor (unmonitorable). setiap saat, seperti persepsi anggota terhadap kualitas pelayanan koperasi dan seterusnya.

        Dalam monitoring perkembangan koperasi yang dilakukan oleh pemerintah secara rutin dan terus menerus selama ini adalah menggunakan data atau indikator kuantitas yang bisa dimonitor. Mekanisme monitoring semacam ini sudah berjalan dengan baik, dari tingkat yang paling bawah (kabupaten/kota) sampai dengan tingkat nasional. Keuntungan cara ini adalah datanya tersedia, mudah diperoleh dan dapat dilakukan secara nasional. Namun kelemahannya adalah kemungkinan datanya kurang reliable dan belum memadai untuk menggambarkan apakah kehadiran koperasi itu memberikan manfaat bagi sebagian besar anggota dan masyarakat sekitarnya.

        Oleh karena itu, dalam penelitian ini pengukuran dampak koperasi terhadap anggota tidak hanya diambil dari data kuantitatif yang diperoleh dari koperasi, namun akan lebih ditekankan pada tingkat anggota. Dengan lain perkataan di samping data yang bisa dimonitor dari koperasi juga akan diambil data berdasarkan persepsi atau opini anggota.

Jurnal 4 - Kesimpulan dan Saran


Review

Sistem Tanggung Renteng: Perspektif Psikososial*)

*) Kajian Asdep Urusan Penelitian Koperasi tahun 2009.
Artikel diterima 25 Mei 2009, peer review 25 Mei s.d. 8 Juni 2009, review terakhir 7 Juli 2009.
**) Peneliti Utama pada Deputi Pengkajian SDM KUKM (tim peneliti).
***) Asdep Urusan Penelitian Koperasi Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK (tim peneliti)

Oleh :
Burhanuddin R**) dan Pariaman Sinaga***)


V. Kesimpulan dan Saran

        Berdasarkan hasil pengukuran yang telah dilakukan ditemukan bahwa ketiga variabel menempati kategori tertinggi, secara berturut-turut adalah: kewirausahaan (71 persen); penyesuaian diri (68 persen); dan kohesivitas (51 persen). Penemuan ini mencerminkan bahwa jiwa kewirausahaan anggota koperasi primer ternyata mempengaruhi dan turut menentukan kelangsungan usaha koperasi-koperasi primer wanita yang bernaung dalam Puskowanjati. Para wanita anggota koperasi primer yang mempraktekkan sistem tanggung renteng ditengarai turut menopang kehidupan organisasi koperasi masing-masing.

          Hasil kajian juga menggambarkan adanya kemampuan adaptasi para wanita anggota koperasi dalam mengadopsi suatu sistem yang diyakini bersama dapat membantu pemenuhan ekonomi rumah tangga mereka. Keberhasilan tanggung renteng sebagai suatu sistem dapat dicermati dari unsur rasa keterikatan anggota kepada kelompoknya dan koperasinya. Hal ini mendukung upaya penyelamatan asset dan ketersediaan likuiditas koperasi sehingga semua anggota koperasi memiliki kesempatan yang relatif sama untuk mendapatkan pelayanan dari koperasi masing-masing.

        Aspek-aspek psikososial yang berhasil diukur ini nampaknya perlu dipertimbangkan dengan lebih cermat di masa akan datang sebagai bagian dari pola pembinaan koperasi dan anggotanya. Hasil kajian juga mengindikasikan bahwa pengembangan koperasi tidak bisa terlepas sepenuhnya dari aspek-aspek psikologis dan sosiologis anggotanya. Hal tersebut disebabkan karena dasar pendirian koperasi adalah merupakan kumpulan orang-orang (human capital) dan bukan semata-mata kepada unsur permodalan.

       Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka generalisasi kajian dalam bentuk replikasi sistem tanggung renteng masih memerlukan kajian lebih mendalam dengan lingkup lebih luas.

Jurnal 4 - Hasil Penelitian


Review

Sistem Tanggung Renteng: Perspektif Psikososial*)

*) Kajian Asdep Urusan Penelitian Koperasi tahun 2009.
Artikel diterima 25 Mei 2009, peer review 25 Mei s.d. 8 Juni 2009, review terakhir 7 Juli 2009.
**) Peneliti Utama pada Deputi Pengkajian SDM KUKM (tim peneliti).
***) Asdep Urusan Penelitian Koperasi Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK (tim peneliti)


Oleh :
Burhanuddin R**) dan Pariaman Sinaga***)


IV. Hasil Penelitian














         


















            Kelompok yang berkohesivitas dengan memiliki jati diri sosial (social identity) dan memiliki kekuatan kerjasama yang tangguh, sedangkan yang tidak berkohesivitas cenderung lemah terhadap kerjasama. Jati diri kelompok kohesif membuat kerjasama pada setiap peringkat organisasi termasuk internal pengurus koperasi, sehingga menimbulkan pengembangan kepribadian yang unik, baik sifat-sifat individu maupun watak kelompoknya. Setiap anggota memberikan kelebihannya dan menerima kekurangannya. Kelompok yang berkohesivitas dengan memiliki jati diri sosial (social identity) dan memiliki kekuatan kerjasama yang tangguh, sedangkan yang tidak berkohesivitas cenderung lemah terhadap kerjasama. Jati diri kelompok kohesif membuat kerjasama pada setiap peringkat organisasi termasuk internal pengurus koperasi, sehingga menimbulkan pengembangan kepribadian yang unik, baik sifat-sifat individu maupun watak kelompoknya. Setiap anggota memberikan kelebihannya dan menerima kekurangannya.

         Kohesivitas juga menciptakan “motivasi sosial” karena kohesivitas kelompok di koperasi wanita identik dengan keragaman atau disebut juga kelompok bhinneka. Kelompok bhinneka adalah kelompok yang anggotanya memiliki perbedaan nilai, pendapat, kemampuan maupun perspektifnya memiliki karakter yang dibutuhkan bagi efisiensi kinerja kelompok. Hal ini membuat keberhasilan kelompok lebih utuh. Anggota koperasi dilibatkan dalam pengambilan keputusan bersama. Sebagai bentuk partisipasi koperasi akan membuat saling pengertian yang lebih baik dan kemudian lebih memiliki keikatan dalam penyelesaian tugas secara positif dan efektif.

4.2 Variabel Penyesuaian Diri












          Ternyata dari hasil pengukuran ditemukan bahwa koperasi cukup tinggi. Wanita anggota koperasi akan merasa senasib sepenanggungan dengan mengedepankan penyesuaian diri sehingga kepentingan ekonomi dapat terwujud secara bersama-sama. Wanita melakukan penyesuaian diri terutama berkaitan dengan lingkungan dimana kelompok berkumpul sebagai wujud tanggung renteng koperasi.

4.3 Variabel Kewirausahaan



     




















     
          Grafik 3 dan Tabel 3 menunjukkan bahwa kategori anggota koperasi tinggi pada aspek kewirausahaan. Penjelasan perilaku wanita wirausaha yang tinggi berkaitan dengan tanggung renteng. Hal tersebut disebabkan sistem tanggung renteng itu sendiri memberikan kesempatan anggota koperasi untuk berinteraksi sehingga timbul perilaku mencontoh. Model tanggung renteng menerapkan perilaku belajar peraturan. Hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Bandura bahwa keyakinan individu akan dirinya yang dapat melakukan tindakan yang dikehendaki oleh situasi tertentu dengan berhasil. Munculnya keyakinan diri seseorang mengenai kemampuannya dalam menampilkan suatu bentuk perilaku menggambarkan hubungan dengan situasi yang dihadapi seseorang tersebut dan menempatkannya sebagai elemen kognitif dalam pembelajaran sosial. Figur dalam kelompok akan mendorong individu dalam koperasi untuk belajar mengelola keuangan dengan lebih baik terutama berkaitan dengan peraturan sebagai turunan dari model.

Jurnal 4 - Metode Kajian


Review

Sistem Tanggung Renteng: Perspektif Psikososial*)

*) Kajian Asdep Urusan Penelitian Koperasi tahun 2009.
Artikel diterima 25 Mei 2009, peer review 25 Mei s.d. 8 Juni 2009, review terakhir 7 Juli 2009.
**) Peneliti Utama pada Deputi Pengkajian SDM KUKM (tim peneliti).
***) Asdep Urusan Penelitian Koperasi Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK (tim peneliti)

Oleh :
Burhanuddin R**) dan Pariaman Sinaga***)


III. Metode Kajian

         Kajian ini dilaksanakan dengan metode survei yang dilengkapi dengan observasi langsung kepada objek kajian tanpa memberikan perlakuan apapun sehingga terjadi aktivitas yang saling mempengaruhi (expost facto model).
Analisis data menggunakan teknik analisis persamaan regresi sederhana dan persamaan regresi berganda yang dalam penyajian hasil kajian dilengkapi dengan analisis statistik deskriptif berupa grafik histogram rerata dan matriks kategori.

3.1 Penetapan Kerangka Pengambilan Contoh (Sampling Frame)

         Subyek atau responden penelitian ditetapkan secara sengaja (purposive sampling method) sebanyak 160 orang dan dalam pelaksanaannya meningkat menjadi 170 orang, namun kemudian yang layak diukur ditemukan hanya sebanyak 162 orang.


          Pengumpulan data ditetapkan di tiga lokasi yang juga ditetapkan secara sengaja, yaitu di Kabupaten Malang, Kota Surabaya, dan Kabupaten Pasuruan, Provinsi Jawa Timur, pada bulan Februari 2009.

         Penelitian ini menggunakan tiga variabel yaitu; kohesivitas, penyesuaian dan kewirausahaan. Semua data variabel diukur dengan memakai skala Likert, dan setiap variabel telah memiliki koefisien reliabilitas yaitu : untuk variabel kohesivitas, sebesar 0,8496 (Martono, 1996); vairabel penyesuaian, 0,9179 (Mardiyati, 2004); dan variabel kewirausahaan 0, 9646 (Pariaman dan Hidayat, 2004).

3.2 Penetapan Koperasi Contoh

        Jumlah koperasi primer wanita yang menjadi anggota Puskowanjati sampai tahun 2008 tercatat sebanyak 46 koperasi primer dan yang ditetapkan sebagai sampel kajian sebanyak delapan anggota koperasi primer wanita yaitu:

1. KSP Citra Lestari, Lawang;
2. KSP Kartini Mandiri, Batu;
3. KSU Kartika Chandra, Pandaan;
4. KSU Setia Budi Wanita, Malang;
5. KSU Mawar Putih, Malang;
6. KSU Setia Bhakti Wanita, Surabaya;
7. KSU Setia Kartini Wanita, Sidoarjo; dan
8. KSU Waspada, Surabaya.

        Pemilihan dan penetapan sampel dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan keragaman lokasi kajian dan anggota koperasi, status dan peringkat koperasi.

3.3 Definisi Operasional Variabel

        Berdasarkan penulusuran terhadap beberapa literatur dan jurnal kajian yang sejenis khususnya yang berkaitan langsung dengan variabel kajian, telah berhasil dirumuskan tiga definisi operasional variabel untuk digunakan dalam kajian.

        Kohesivitas adalah keterikatan anggota kelompok sesuai dengan kebutuhan berkelompok, keterlibatan, kekuatan kelompok, toleransi terhadap kelompok dan pemenuhan harapan untuk bekerjasama mencapai tujuan bersama.

        Penyesuaian diri adalah perilaku belajar mengatasi dorongan dari tuntutan diri dan lingkungan dengan mengendalikan tindakan langsung dan hubungan interpersonal.

        Kewirausahaan adalah kecenderungan individu yang percaya diri untuk bekerja mandiri, mampu melihat peluang bisnis, dan memiliki sifat kepemimpinan, inisiatif, kreatifitas, bekerja keras, optimis, berani mengambil risiko, dan peka terhadap kritik dan komentar/pendapat pihak lain.

Jurnal 4 - Abstrak


Review

Sistem Tanggung Renteng: Perspektif Psikososial*)

*) Kajian Asdep Urusan Penelitian Koperasi tahun 2009.
Artikel diterima 25 Mei 2009, peer review 25 Mei s.d. 8 Juni 2009, review terakhir 7 Juli 2009.
**) Peneliti Utama pada Deputi Pengkajian SDM KUKM (tim peneliti).
***) Asdep Urusan Penelitian Koperasi Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK (tim peneliti)


Oleh :
Burhanuddin R**) dan Pariaman Sinaga***)

Abstrak

          Pada penilaian pertama didedikasikan untuk Puskowanjati pada ulang tahun ke-50 nya pada Maret,, 1 2009 di menerapkan sistem tanggung jawab bersama. Sistem kewajiban Reksa adalah sistem fenomenal, karena berhasil menyatukan perempuan dan ibu rumah dalam organisasi koperasi.
Dalam rangka mengungkapkan bagian dari beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan dari sistem yang bersangkutan, penilaian ini dilakukan dengan menggunakan variabel psikologis dan satu terutama psikososial. Hasilnya secara signifikan menarik untuk menjadi bahan pemikiran dalam proses promosi koperasi dan pembangunan di masa yang akan datang.

Kata Kunci : Sistem tanggung renteng, kohesivitas, penyesuaian diri, kewirausahaan, dan dinamika kelompok.


I. Pengantar

           Definisi koperasi berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 adalah badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan kepada prinsip koperasi dan sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaaan. Selaku badan usaha, koperasi juga dihadapkan pada dua lingkungan bisnis yakni lingkungan eksternal dan internal, yang dipengaruhi beberapa faktor seperti: faktor sumber daya manusia (SDM), modal, pasar, teknologi, produksi, kebijakan moneter, dan kebijakan publik lainnya.

          Lembaga koperasi ini terdiri dari kelompok orang yang disebut anggota berdasar sifat individu dan tidak berdasarkan modal atau saham. Oleh karena itu, aspek manusia sangat penting dalam kehidupan berkoperasi di Indonesia dan tidak hanya berdasarkan modal dan saham.

         Anggota koperasi mempunyai identitas ganda, baik sebagai pemilik dan pelanggan/pengguna jasa organisasinya. Peran anggota koperasi dengan berdasar identitas tersebut merupakan faktor strategis dalam pengembangan koperasi di Indonesia. Peran aktif anggota koperasi menentukan target yang akan dicapai organisasi koperasi dapat tercapai atau tidak. Implementasi dalam mewujudkan target koperasi dapat diraih dengan bantuan manajemen dan pengurus yang mengarahkan kegiatan bisnis koperasi. Dengan demikian, terdapat dua identitas yang melekat pada anggota koperasi termasuk sebagai diri pribadi manusia dengan ciri psikologis tertentu dan terpisahkan dari kesehatan koperasi.

         Koperasi tidak dapat berkembang apabila anggota koperasi tidak berperan aktif di lembaganya. Artinya, aspek psikologi dan khususnya psikososial di koperasi juga merupakan faktor penting untuk keberlangsungan hidup koperasi.

         Beberapa variabel penting koperasi yang berkaitan dengan dua identitas ganda koperasi adalah; kohesivitas anggota koperasi, penyesuaian diri dan kewirausahaan. Kohesivitas anggota koperasi sesuai dengan ciri khas koperasi yaitu individu yang saling berinteraksi dalam berkelompok untuk mencapai tujuan koperasi. Penyesuaian diri berkaitan dengan peran individu untuk menyesuaikan diri terhadap kepentingan diri dan kepentingan koperasi. Kewirausahaan merupakan sikap pribadi berkaitan dengan kepentingan ekonomi pribadi dan koperasi. Terkait dengan ketiga variabel ini, naskah ini disusun berdasarkan hasil penelitian pada koperasi primer anggota Pusat Koperasi Wanita Jawa Timur (Puskowanjati) dalam rangka meneliti aspek psikologis dalam pengembangan sistem tanggung renteng.

Jurnal 3 - Kesimpulan dan Saran


Review

Kajian Tentang Keterkaitan Koperasi Sekunder dengan Koperasi Primer Anggotanya*)

*) Kajian Asdep Urusan Penelitian Koperasi tahun 2007.
Artikel diterima 24 April 2009, peer review 24 April 2009, review akhir 7 Juli 2009
**) Kabid. Kehutanan, Deputi Bidang Produksi (koordinator kajian)
***) Peneliti pada Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK

Oleh :
Togap Tambunan**) dan Jannes Situmorang***)


VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

        Berdasarkan data dan pembahasan pada bab-bab sebelumnya mengenai keterkaitan koperasi sekunder dengan koperasi anggotanya pada delapan daerah survei masing-masing provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, Nusa Tenggara Barat dan Kalimantan Barat, dirumuskan beberapa kesimpulan sesuai tujuan penelitian adalah sebagai berikut :

1. Dilihat dari pelaksanaan keseluruhan fungsi integrasi vertikal, koperasi sekunder terkait dengan koperasi primer anggotanya. keterkaitan ini signifikan atau nyata namun memiliki tingkat hubungan yang lemah.

2. Dari sisi pelaksanaan kelompok fungsi integrasi vertikal masing-masing fungsi-fungsi kelembagaan, fungsi-fungsi usaha, dan fungsi-fungsi penunjang, koperasi sekunder terkait dengan koperasi Primer anggotanya. Keterkaitan ini juga signifikan namun tingkat keterkaitannya lemah.

6.1 S a r a n

           Sesuai hasil analisis yang menunjukkan bahwa keterkaitan koperasi sekunder tingkat provinsi dengan koperasi primer anggota yang lemah maka disarankan agar koperasi sekunder harus meningkatkan capacity building melalui pelatihan, penyuluhan, pemasyarakatan, pemberdayaan prinsip-prinsip koperasi dan teknis perkoperasian.