Selasa, 17 Desember 2013

Vonis LHI dinilai tepat



Vonis 16 tahun penjara yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, kepada Luthfi Hasan Ishaaq (LHI), terdakwa kasus dugaan suap pengurusan kuota impor daging sapi di Kementerian Pertanian (Kementan), dinilai sudah tepat. Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisaksi Abdul Fickar Hadjar mengatakan, dari sudut penuntutan, sudah cukup memenuhi target.  Sebab, kata dia, strafmaat atau jumlah penghukuman yang diberikan oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor hanya berbeda 10 persen saja dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang menuntut LHI dengan 18 tahun penjara. "Apakah sudah adil? Ini menjadi relatif. Tapi pertimbangan hakim yang menyebutkan bahwa tindakan LHI telah meruntuhkan kepercayaan publik pada DPR dan dunia politik adalah sudah sangat tepat," ujarnya.
Sebagaimana diketahui, Mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Luthfi Hasan Ishaaq (LHI), tidak terima dengan vonis Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dan langsung mengajukan banding tanpa berkonsultasi terlebih dahulu dengan tim kuasa hukum, pada sidang dengan agenda vonis, Senin, 9 Desember 2013 kemarin. "Saya mengambil keputusan tanpa konsultasi dengan tim penasihat hukum, saya tidak menerima dan akan naik banding," kata Luthfi usai mendengar pembacaan vonis di Pengadilan Tipikor, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (9/12/2013).
Luthfi terdakwa kasus dugaan suap pengurusan kuota impor daging sapi menyebutkan, majelis hakim telah mengesampingkan pertimbangan dari tim kuasa hukumnya dan menerima 100 persen dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "Tidak ada satu pun pertimbangan pengacara saya yang diterima," ucapnya. Majelis hakim menjatuhkan pidana selama 16 tahun penjara dengan denda Rp1 miliar, jika tidak dibayar diganti dengan penjara selama 1 tahun. Majelis Hakim menilai, terdakwa juga dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan, bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang.

            Luthfi dianggap  melanggar pasal 3 huruf a,b,c dan pasal 6 Undang-Undang (UU) Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang serta pasal 3 dan pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Sumber : Sindonews.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar