Sabtu, 13 Oktober 2012

Jurnal Ekonomi Koperasi 5

Review

KAJIAN DAMPAK KOPERASI TERHADAP ANGGOTANYA *)

*) Kajian Suplementasi Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK tahun 2006.
Artikel diterima 12 Mei 2009, peer review 12 Mei s.d. 8 Juni 2009, review akhir 7 Juli 2009.
**) Peneliti pada Deputi bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK (peneliti kajian)

Oleh :
Achmad H. Gopar**)

Abstrak
          Penelitian ini telah dilakukan dalam rangka mengkaji dampak dari koperasi bagi para anggotanya. Penilaian ini dilaksanakan di tiga provinsi, Sumatera Utara, DI Yogyakarta, dan Sulawesi Utara, meliputi 15 koperasi dan sekitar 150 anggota koperasi. Data dianalisis menggunakan statistik descripted sederhana.
Penelitian menunjukkan beberapa hasil penting. Sumber daya manusia koperasi - dewan direksi, manajemen dan anggota - lemah. Kelemahan telah terjadi di beberapa daerah seperti pendidikan, pengalaman dan komposisi direksi dan manajemen. Aturan perilaku dalam koperasi belum dikembangkan secara sistematis, tugas dan tanggung jawab kepada direksi, manajemen, auditor dan anggota tidak secara eksplisit ditulis.          
        Secara finansial, koperasi gagal untuk memobilisasi modal dan menggunakannya lebih produktif. Koperasi belum membangun sistem intermediasi keuangan di antara mereka sendiri sehingga modal yang dapat digunakan lebih produktif dan efisien. Koperasi telah memberikan dampak yang baik bagi para anggotanya, terutama di daerah pedesaan. Dampaknya melewati yaitu jasa; kebijakan harga koperasi, kualitas produk, dan waktu layanan. Informasi pasar dari koperasi juga berguna bagi anggota dalam menjual produk mereka. Anggota juga diuntungkan melalui kegiatan simpan pinjam.

Kata Kunci : Dampak, indikator, kelompok sasaran, partisipasi, intermediasi, kemanfaatan

I. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
         Tiga alasan utama yang melatarbelakangi pentingnya penelitian untuk menilai dampak koperasi pada tingkat anggotanya: 1). Kepentingan untuk mengembangkan koperasi sebagai alat untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk miskin; 2). Kepentingan untuk mengukur kemajuan koperasi menurut dimensi pertumbuhan secara agregat dan sumbangannya terhadap pendapatan regional maupun nasional. Pengukuran yang dilakukan selama ini dirasakan belum memadai untuk menerangkan manfaat keberadaan koperasi bagi anggota dan masyarakat sekitarnya; dan 3). Pemikiran bahwa dalam melihat kemajuan yang dicapai koperasi atau manfaat kehadiran koperasi di tengah-tengah masyarakat perlu pemantauan dan evaluasi sejauhmana dampak koperasi terhadap anggotanya.
         Bertitik tolak dari ke tiga alasan di atas maka lahirlah gagasan dan pemikiran untuk mengembangkan sistem monitoring dan evaluasi dampak koperasi di tingkat anggota. Untuk itu diperlukan upaya untuk mengembangkan indikator-indikator monitoring dan evaluasi dampak koperasi terhadap anggotanya. Indikator-indikator tersebut diujicobakan dalam penelitian agar bisa disempurnakan dan secara berkesinambungan disesuaikan dengan kebutuhan untuk mengukur dampak koperasi terhadap anggota.
Penelitian ini merupakan suplementasi dari penelitian Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK, Kementerian Negara KUKM, yang dilaksanakan tim dari Universitas Indonesia dengan judul ”Kajian Dampak Pemberdayaan KUKM terhadap Kesejahteraan Rakyat”, tahun anggaran 2006.

1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
  1. Melakukan uji coba dan pengembangan indikator-indikator pengukuran dampak koperasi terhadap anggota;
  2. Melakukan pengukuran dampak koperasi terhadap anggota pada beberapa lokasi terpilih.
1.3 Manfaat Penelitian
Kegiatan penelitian ini pada dasarnya akan dapat memberikan manfaat ganda, baik kepada gerakan koperasi maupun kepada pemerintah, dalam hal-hal sebagai berikut :
Manfaat yang dapat diambil oleh gerakan koperasi adalah sebagai berikut:
  1. Meningkatkan kemampuan analisis secara kritis para pengelola koperasi;
  2. Memberikan masukan kepada koperasi itu sendiri dalam rangka merumuskan kebijakan organisasi dan usahanya.
Sedangkan bagi Pemerintah kegiatan ini akan memberikan manfaat sebagai berikut :
  1. Memberikan masukan informasi yang berguna dalam penyusunan kebijaksanaan pembangunan koperasi;
  2. Memberikan masukan kebijaksanaan dalam penyusunan sistem dan mekanisme monitoring dan evaluasi pembangunan perkoperasian.
1.4 Ruang Lingkup
         Mengingat penelitian ini lebih merupakan proyek perintisan yang bersifat eksperimental study yang pelaksanaannya dilakukan juga oleh koperasi, maka cakupan kegiatannya meliputi sebagai berikut:
  • Alih Pengetahuan
          Uji coba dan pengambilan data pada penelitian melibatkan langsung tenaga pengelola koperasi sebagai pelaksana pengumpulan data penelitian. Tenaga-tenaga dari koperasi tersebut diikutsertakan dalam proses pelaksanaan penelitian sehingga diharapkan akan terjadi proses alih pengetahuan (learning by doing) mengenai penelitian perkoperasian.
  • Aspek Penelitian
           Para pengelola yang melaksanakan penelitian tersebut dibekali dengan pengetahuan teknis penelitian maka selanjutnya mereka langsung dilibatkan dalam praktek atau proses penelitian. Obyek pengamatan adalah koperasi dan anggotanya. Sebagai responden untuk mewakili koperasi adalah pengurus atau pengelola koperasi, sedangkan untuk anggota koperasi diwawancarai sebanyak sepuluh orang anggota koperasi yang ada di wilayah kerjanya. Dari mereka digali informasi yang dibutuhkan dengan menggunakan kuesioner yang telah disiapkan.
  • Aspek Pengamatan
          Informasi atau data yang dikumpulkan pada dasarnya tergantung pada tujuan yang hendak dicapai oleh penelitian itu sendiri. Dalam kerangka monitoring dan evaluasi dampak koperasi, maka secara umum dapat dikelompokkan dalam dua kategori data, yaitu: 1) Data yang bisa dimonitor setiap saat dan secara terus menerus (monitorable), seperti misalnya jumlah anggota, jumlah simpanan, volume usaha dan sebagainya; dan 2) Data yang tidak yang tidak bisa dimonitor (unmonitorable). setiap saat, seperti persepsi anggota terhadap kualitas pelayanan koperasi dan seterusnya.
        Dalam monitoring perkembangan koperasi yang dilakukan oleh pemerintah secara rutin dan terus menerus selama ini adalah menggunakan data atau indikator kuantitas yang bisa dimonitor. Mekanisme monitoring semacam ini sudah berjalan dengan baik, dari tingkat yang paling bawah (kabupaten/kota) sampai dengan tingkat nasional. Keuntungan cara ini adalah datanya tersedia, mudah diperoleh dan dapat dilakukan secara nasional. Namun kelemahannya adalah kemungkinan datanya kurang reliable dan belum memadai untuk menggambarkan apakah kehadiran koperasi itu memberikan manfaat bagi sebagian besar anggota dan masyarakat sekitarnya.
        Oleh karena itu, dalam penelitian ini pengukuran dampak koperasi terhadap anggota tidak hanya diambil dari data kuantitatif yang diperoleh dari koperasi, namun akan lebih ditekankan pada tingkat anggota. Dengan lain perkataan di samping data yang bisa dimonitor dari koperasi juga akan diambil data berdasarkan persepsi atau opini anggota.

II. Kerangka Pemikiran
         Setidaknya ada tiga cara untuk mengukur keberhasilan pembangunan koperasi, yaitu dilihat dari dimensi pertumbuhan (cooperative growth), sumbangannya terhadap GDP maupun GNP (cooperative share), dan dampak koperasi (cooperative impact) terhadap anggota dan lingkungan yang dipengaruhinya. Ada beberapa pertimbangan pentingnya koperasi untuk melakukan monitoring dan evaluasi secara mandiri, antara lain yaitu:
  1. Hubungan koperasi dengan para anggotanya menjadi semakin dekat dan tidak terjadi kesenjangan antara koperasi dan anggotanya. Kegiatan ini juga dapat dijadikan sarana komunikasi dua arah dan member education;
  2. Secara dini koperasi dapat menemukenali kesalahan dan penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan program. Lebih mudah dan cepat untuk melakukan penyempurnaan;
  3. Keterbatasan sumberdaya yang ada pada pemerintah, (berupa tenaga pelaksana dan pembiayaan) tidak memungkinkan koperasi secara nasional untuk melakukan kegiatan ini. Pada umumnya hasil evaluasi pemerintah tidak segera dikomunikasikan dengan koperasi yang diamati;
  4. Dalam rangka operasionalisasinya akan lebih efektif, efisien serta manageable jika dilakukan oleh koperasi itu sendiri. Selain itu terjamin tingkat akurasi dan reliabilitas data dan informasi yang disajikan. III. Metode Penelitian
Untuk mencapai tujuan proyek penelitian ini dan berdasarkan ruang lingkup kegiatan yang dicakup, maka pelaksanaannya dilakukan berdasarkan metodologi dan prosedur yang disusun sebagai berikut:
  • Lokasi Penelitian
         Lokasi penelitian ditetapkan berdasarkan berbagai pertimbangan kebutuhan akan representasi dari keadaan yang ada di lapang dan ketersediaan dana, dan berbagai pertimbangan non teknis lainnya. Lokasi untuk penelitian ini adalah provinsi Sumatera Utara, D.I. Yogyakarta, dan propinsi Sulawesi Utara.
Pemilihan tiga propinsi dimaksud diharapkan dapat mewakili keragaman situasi dan kondisi lingkungan koperasi di berbagai wilayah Indonesia lainnya. Sifat dan keadaan serta karakteristik yang khas dari ketiga daerah tersebut menjadi pembanding untuk masing-masing situasi dan kondisi lingkungan lainnya yang mungkin berbeda.
  • Pemilihan Koperasi Contoh
       Pemilihan koperasi contoh didasarkan kepada berbagai pertimbangan pula, sebagaimana pada pemilihan lokasi penelitian. Pada penelitian ini koperasi sampel ditentukan secara acak (random) dari sejumlah koperasi pedesaan yang masih aktif di provinsi lokasi penelitian. Berdasarkan pertimbangan kemampuan pelaksanaan, dukungan pembiayaan dan representasi data yang dapat diambil, ditetapkanlah sebanyak 15 KUD sebagai objek penelitian. Jumlah KUD untuk masing-masing provinsi ditentukan secara proporsional sesuai dengan jumlah KUD dan KUD mandiri yang ada di setiap propinsi tersebut. Sesuai dengan jumlah KUD yang ada di masing-masing provinsi, maka ditetapkanlah sebanyak 6 (enam) KUD di Sumatera Utara, 4 (empat) KUD di Yogyakarta, dan 5 (lima) KUD di Sulawesi Utara sebagai koperasi sampel. Dengan pertimbangan efektivitas pelaksanaan survai, koperasi yang terpilih sebagai sampel hanyalah diambil dari beberapa kabupaten saja, tidaklah menyebar di semua kabupaten.
         Selanjutnya untuk setiap koperasi sampel diambil sebanyak 10 orang anggota sebagai responden. Responden anggota ini diperlukan untuk menggali data dan informasi yang lebih banyak mengenai dampak koperasi terhadap anggotanya. Namun juga sebagai salah satu upaya untuk melakukan uji silang (cross-check) terhadap data dan informasi yang didapat dari koperasi sampel (dalam hal ini diwakili oleh pengurus). 
  • Metoda Analisis
       Analisis yang dilakukan sangatlah erat kaitannya dengan tujuan penelitian, ketersediaan data dan informasi yang didapat dan pertimbangan seperti kemampuan para peneliti, ketersediaan perangkat keras dan lunaknya, ketersediaan waktu dan dana. Penelitian ini menggunakan model-model analisis statistik deskriptip sederhana (simple descriptive statistics) sebagaimana dikemukakan oleh Welch & Comer (1988).
Perlakuan dan pengolahan akan dilakukan terhadap distribusi frekuensi. tendensi pemusatan dan penyebaran (Neter, et al, 1988). Teknik ini digunakan karena secara sederhana akan dapat menggambarkan kecenderungan yang terdapat pada suatu populasi. Dengan melihat kecenderungan dari data yang terolah, maka kita akan dapat memprediksikan kemungkinan maupun alternatip yang ada dari data.

IV. Hasil Pengamatan dan Analisis
        Dari sudut pandang koperasi (diwakili oleh pengurus dan/atau pengelola) bahwa koperasi telah memberikan dampaknya kepada anggota secara maksimal. Persepsi tersebut belum tentu sama dengan persepsi anggota. Untuk itu akan dibahas persepsi anggota tentang dampak dan manfaat koperasi dari sudut pandang anggota koperasi. Terlebih dahulu akan memaparkan kondisi keanggotaan koperasi pedesaan yang diteliti.
         Sebagaimana telah diterangkan sebelumnya, penggalian dan pendalaman data/informasi dari dan tentang anggota untuk mendapatkan gambaran yang lebih baik lagi tentang anggota, serta upaya melakukan uji silang (cross-check) terhadap data dan informasi yang didapat dari koperasinya. Dari uraian di atas diungkapkan dampak koperasi sebagaimana yang dirasakan oleh anggota. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa koperasi telah memberikan dampak positif dalam hal-hal sebagaimana diterangkan di atas. Namun demikian perlu diingat bahwa ukuran yang digunakan dimaksud adalah ukuran subjektif-kualitatif, sehingga sebenarnya masih diperlukan lagi pengukuran yang bersifat objektif-kuantitatif.

VI. Kesimpulan Dan Saran
          Dari penelitian ini ternyata kualitas sumberdaya manusia yang menjalankan kegiatan koperasi pedesaan ini belumlah memuaskan. Walaupun pada kenyataannya di beberapa koperasi banyak dari pengurus/pengawas dan pengelolanya telah mempunyai latar belakang pendidikan tinggi. Komposisi dalam suatu perangkat organisasi usaha belumlah cukup seimbang. Selain itu tingkat pengalaman yang umumnya masih belum lama, kadar keterlibatan pekerjaan yang masih belum memuaskan, akan turut mempengaruhi tingkat kemanfaatan sumberdaya manusia untuk pengembangan usaha koperasi. Untuk itu pendidikan perkoperasian maupun pendidikan keahlian bisnis bagi pengelola koperasi perlu lebih ditingkatkan lagi.
             Selain itu pula ”aturan main” bagi pelaksana haruslah dibuat berdasarkan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga, dan sistem serta prosedur yang berlaku secara lazim dalam bisnis. Pengembangan dan pengaturan organisasi dan managemen yang dimulai dengan mewujudkan ”aturan main” tersebut perlu terus dikembangkan sehingga terwujud suatu sistem managemen koperasi yang khas dan tepat guna.
         Dari segi permodalan koperasi pedesaan masih memerlukan penanganan yang lebih baik lagi. Terutama dalam hal pemanfaatan modal yang tersedia agar menghasilkan produktivitas dan efisiensi yang semaksimal mungkin. Dalam hal pencarian sumber dana eksternal serta memobilisasikannya guna memperkuat permodalan, maka perlu dilakukan pengkajian yang lebih spesifik dan terfokus. Dengan demikian tercipta suatu sistem keuangan koperasi yang mandiri. Peningkatan produktivitas permodalan dilakukan dengan meningkatkan perputaran modal yang ada. Karena hal tersebut menyebabkan frekuensi dan arus penciptaan marjin keuntungannya semakin meningkat. Peningkatan efisiensi permodalan dilakukan melalui perbaikan sistem managemen koperasi dan sistem operasional yang digunakan oleh anggota dalam mengelola aktivitas ekonominya.
            Mengingat adanya beberapa peraturan/perundangan yang menata sistem keuangan, maka diperlukan upaya dari suprastruktur (terutama dari pemerintah) untuk mengembangkan sistem keuangan koperasi. Untuk itu semangat yang dikandung oleh UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang sistem keuangan koperasi perlu dikaji lebih mendalam lagi. Hasil kajian dimaksud diharapkan dapat berdaya guna dan berhasil guna bagi kehidupan perkoperasian. Kemanfaatan koperasi bagi anggota selain kemanfaatan langsung usaha dan kegiatan ekonomi di tingkat anggotanya, juga perlu dikembangkan lebih lanjut pengembangan kemanfaatan koperasi dari sistem patron yang ada dalam koperasi. Untuk itu diperlukan kreativitas dan model kegiatan yang menggali potensi anggota maupun non anggota. Pada akhirnya kemanfaatannya akan jatuh kepada anggota.
       Sehubungan dengan hal tersebut koperasi sebagai badan usaha perlu lebih mengembangkan kegiatannya. Dampak kepada anggota akan sesuai dengan peluang yang ada dalam peraturan/perundangan. Kiat-kiat yang dapat dilaksanakan koperasi untuk meningkatkan dampak koperasi perlu ditemukenali, dikembangkan dan dilaksanakan dengan baik. Dari penelitian ini setidaknya ada beberapa kiat yang dapat dilakukan oleh koperasi, antara lain adalah: (1) Meningkatkan jumlah anggota, (2) Pemupukan modal sendiri, (3) Peningkatan volume usaha, (4) Penciptaan penanggulangan tunggakan kredit, (5) Penyertaan anggota dalam proses perencanaan, (6) Penciptaan keterkaitan usaha anggota, (7) Rapat Anggota Tahunan, dan (8) Pengawasan oleh anggota.

VII. DAFTAR PUSTAKA
Draper, N .R. and H. Smith, (1981). Applied Regresion Analysis. New York: John Wiley & Sons.
Gilbert, N. and H. Specht, (1977). Planning for Social Welfare; Issues, Model, and Tasks. New Jersey: Pretice-Hall, Inc..
-------------, (1992). Undang Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 199 2 tentang Perkoperasian. Jakarta: Pemerintah Koperasi.
Welch, S. and J. Comer, (1988). Quantitative Methods for Public Administration, Techniques and Applications. Chicago: The Dorsey Press.
Kajian Dampak Koperasi Terhadap Anggotanya (Achmad H. Gopar).

Jurnal Ekonomi Koperasi 4

Review


Sistem Tanggung Renteng: Perspektif Psikososial*)

*) Kajian Asdep Urusan Penelitian Koperasi tahun 2009.
Artikel diterima 25 Mei 2009, peer review 25 Mei s.d. 8 Juni 2009, review terakhir 7 Juli 2009.
**) Peneliti Utama pada Deputi Pengkajian SDM KUKM (tim peneliti).
***) Asdep Urusan Penelitian Koperasi Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK (tim peneliti)


Oleh :
Burhanuddin R**) dan Pariaman Sinaga***)

Abstrak

          Pada penilaian pertama didedikasikan untuk Puskowanjati pada ulang tahun ke-50 nya pada Maret,, 1 2009 di menerapkan sistem tanggung jawab bersama. Sistem kewajiban Reksa adalah sistem fenomenal, karena berhasil menyatukan perempuan dan ibu rumah dalam organisasi koperasi.
Dalam rangka mengungkapkan bagian dari beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan dari sistem yang bersangkutan, penilaian ini dilakukan dengan menggunakan variabel psikologis dan satu terutama psikososial. Hasilnya secara signifikan menarik untuk menjadi bahan pemikiran dalam proses promosi koperasi dan pembangunan di masa yang akan datang.

Kata Kunci : Sistem tanggung renteng, kohesivitas, penyesuaian diri, kewirausahaan, dan dinamika kelompok.


I. Pengantar
         Definisi koperasi berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 adalah badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan kepada prinsip koperasi dan sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaaan. Selaku badan usaha, koperasi juga dihadapkan pada dua lingkungan bisnis yakni lingkungan eksternal dan internal, yang dipengaruhi beberapa faktor seperti: faktor sumber daya manusia (SDM), modal, pasar, teknologi, produksi, kebijakan moneter, dan kebijakan publik lainnya.
Lembaga koperasi ini terdiri dari kelompok orang yang disebut anggota berdasar sifat individu dan tidak berdasarkan modal atau saham. Oleh karena itu, aspek manusia sangat penting dalam kehidupan berkoperasi di Indonesia dan tidak hanya berdasarkan modal dan saham.
         Anggota koperasi mempunyai identitas ganda, baik sebagai pemilik dan pelanggan/pengguna jasa organisasinya. Peran anggota koperasi dengan berdasar identitas tersebut merupakan faktor strategis dalam pengembangan koperasi di Indonesia. Peran aktif anggota koperasi menentukan target yang akan dicapai organisasi koperasi dapat tercapai atau tidak. Implementasi dalam mewujudkan target koperasi dapat diraih dengan bantuan manajemen dan pengurus yang mengarahkan kegiatan bisnis koperasi. Dengan demikian, terdapat dua identitas yang melekat pada anggota koperasi termasuk sebagai diri pribadi manusia dengan ciri psikologis tertentu dan terpisahkan dari kesehatan koperasi.

II. Sistem Tanggung Renteng
         Tanggung jawab bersama diantara anggota dalam satu kelompok atas segala kewajiban terhadap koperasi dengan dasar “keterbukaan dan saling mempercayai”. Inilah prinsip tanggung renteng yang melibatkan tiga unsur utama yaitu kelompok, kewajiban dan peraturan, dan ketiganya ditengarai berpeluang untuk direplikasi ke koperasi lain.
         Dalam penerapan sistem ini, keberadaan kelompok merupakan wadah anggota dalam beraktivitas untuk pemenuhan hak dan kewajiban sebagai anggota koperasi. Di samping itu, kelompok juga sebagai wahana dan sarana komunikasi antar anggota maupun dengan koperasinya. Dengan demikian dalam kelompok juga akan terjadi proses pembelajaran bagi anggota. Untuk itu kelompok diwajibkan untuk mengadakan pertemuan rutin secara berkala.
          Bila proses sistem tanggung renteng diterapkan secara benar, maka akan terjadi perubahan sikap dan perilaku anggota. Sebuah sikap dan perilaku yang dilandisi kesadaran terhadap tata nilai tanggung renteng yaitu kebersamaan, keterbukaan, saling percaya, musyawarah, disiplin dan tanggung jawab. Hal inilah yang menjadi modal utama bagi koperasi apapun untuk bisa tumbuh dan berkembang baik dari sisi organisasi maupun usaha.

III. Metode Kajian
         Kajian ini dilaksanakan dengan metode survei yang dilengkapi dengan observasi langsung kepada objek kajian tanpa memberikan perlakuan apapun sehingga terjadi aktivitas yang saling mempengaruhi (expost facto model).
Analisis data menggunakan teknik analisis persamaan regresi sederhana dan persamaan regresi berganda yang dalam penyajian hasil kajian dilengkapi dengan analisis statistik deskriptif berupa grafik histogram rerata dan matriks kategori.

3.1 Penetapan Kerangka Pengambilan Contoh (Sampling Frame)
         Subyek atau responden penelitian ditetapkan secara sengaja (purposive sampling method) sebanyak 160 orang dan dalam pelaksanaannya meningkat menjadi 170 orang, namun kemudian yang layak diukur ditemukan hanya sebanyak 162 orang.

        Kohesivitas Tabel 1. Ringkasan Hasil Kategorisasi Kohesivitas Anggota Koperasi KategoriJumlah (Org)Persentase(%) Tinggi 83 51 Sedang 57 35 Rendah 22 14 Total 162 100 578322123
Pengumpulan data ditetapkan di tiga lokasi yang juga ditetapkan secara sengaja, yaitu di Kabupaten Malang, Kota Surabaya, dan Kabupaten Pasuruan, Provinsi Jawa Timur, pada bulan Februari 2009.
Penelitian ini menggunakan tiga variabel yaitu; kohesivitas, penyesuaian dan kewirausahaan. Semua data variabel diukur dengan memakai skala Likert, dan setiap variabel telah memiliki koefisien reliabilitas yaitu : untuk variabel kohesivitas, sebesar 0,8496 (Martono, 1996); vairabel penyesuaian, 0,9179 (Mardiyati, 2004); dan variabel kewirausahaan 0, 9646 (Pariaman dan Hidayat, 2004).

3.2 Penetapan Koperasi Contoh
        Jumlah koperasi primer wanita yang menjadi anggota Puskowanjati sampai tahun 2008 tercatat sebanyak 46 koperasi primer dan yang ditetapkan sebagai sampel kajian sebanyak delapan anggota koperasi primer wanita yaitu:
1. KSP Citra Lestari, Lawang;
2. KSP Kartini Mandiri, Batu;
3. KSU Kartika Chandra, Pandaan;
4. KSU Setia Budi Wanita, Malang;

5. KSU Mawar Putih, Malang;
6. KSU Setia Bhakti Wanita, Surabaya;
7. KSU Setia Kartini Wanita, Sidoarjo; dan
8. KSU Waspada, Surabaya.
        Pemilihan dan penetapan sampel dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan keragaman lokasi kajian dan anggota koperasi, status dan peringkat koperasi.

3.3 Definisi Operasional Variabel
        Berdasarkan penulusuran terhadap beberapa literatur dan jurnal kajian yang sejenis khususnya yang berkaitan langsung dengan variabel kajian, telah berhasil dirumuskan tiga definisi operasional variabel untuk digunakan dalam kajian.
Kohesivitas adalah keterikatan anggota kelompok sesuai dengan kebutuhan berkelompok, keterlibatan, kekuatan kelompok, toleransi terhadap kelompok dan pemenuhan harapan untuk bekerjasama mencapai tujuan bersama.
        Penyesuaian diri adalah perilaku belajar mengatasi dorongan dari tuntutan diri dan lingkungan dengan mengendalikan tindakan langsung dan hubungan interpersonal.
Kewirausahaan adalah kecenderungan individu yang percaya diri untuk bekerja mandiri, mampu melihat peluang bisnis, dan memiliki sifat kepemimpinan, inisiatif, kreatifitas, bekerja keras, optimis, berani mengambil risiko, dan peka terhadap kritik dan komentar/pendapat pihak lain.

IV. Hasil Penelitian
4.1 Variabel Kohesivitas 

            Kelompok yang berkohesivitas dengan memiliki jati diri sosial (social identity) dan memiliki kekuatan kerjasama yang tangguh, sedangkan yang tidak berkohesivitas cenderung lemah terhadap kerjasama. Jati diri kelompok kohesif membuat kerjasama pada setiap peringkat organisasi termasuk internal pengurus koperasi, sehingga menimbulkan pengembangan kepribadian yang unik, baik sifat-sifat individu maupun watak kelompoknya. Setiap anggota memberikan kelebihannya dan menerima kekurangannya.
         Kohesivitas juga menciptakan “motivasi sosial” karena kohesivitas kelompok di koperasi wanita identik dengan keragaman atau disebut juga kelompok bhinneka. Kelompok bhinneka adalah kelompok yang anggotanya memiliki perbedaan nilai, pendapat, kemampuan maupun perspektifnya memiliki karakter yang dibutuhkan bagi efisiensi kinerja kelompok. Hal ini membuat keberhasilan kelompok lebih utuh. Anggota koperasi dilibatkan dalam pengambilan keputusan bersama. Sebagai bentuk partisipasi koperasi akan membuat saling pengertian yang lebih baik dan kemudian lebih memiliki keikatan dalam penyelesaian tugas secara positif dan efektif.

4.2 Variabel Penyesuaian Diri

          Ternyata dari hasil pengukuran ditemukan bahwa koperasi cukup tinggi. Wanita anggota koperasi akan merasa senasib sepenanggungan dengan mengedepankan penyesuaian diri sehingga kepentingan ekonomi dapat terwujud secara bersama-sama. Wanita melakukan penyesuaian diri terutama berkaitan dengan lingkungan dimana kelompok berkumpul sebagai wujud tanggung renteng koperasi.

4.3 Variabel Kewirausahaan
         Penjelasan perilaku wanita wirausaha yang tinggi berkaitan dengan tanggung renteng. Hal tersebut disebabkan sistem tanggung renteng itu sendiri memberikan kesempatan anggota koperasi untuk berinteraksi sehingga timbul perilaku mencontoh. Model tanggung renteng menerapkan perilaku belajar peraturan. Hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Bandura bahwa keyakinan individu akan dirinya yang dapat melakukan tindakan yang dikehendaki oleh situasi tertentu dengan berhasil. Munculnya keyakinan diri seseorang mengenai kemampuannya dalam menampilkan suatu bentuk perilaku menggambarkan hubungan dengan situasi yang dihadapi seseorang tersebut dan menempatkannya sebagai elemen kognitif dalam pembelajaran sosial. Figur dalam kelompok akan mendorong individu dalam koperasi untuk belajar mengelola keuangan dengan lebih baik terutama berkaitan dengan peraturan sebagai turunan dari model.

V. Kesimpulan dan Saran
        Berdasarkan hasil pengukuran yang telah dilakukan ditemukan bahwa ketiga variabel menempati kategori tertinggi, secara berturut-turut adalah: kewirausahaan (71 persen); penyesuaian diri (68 persen); dan kohesivitas (51 persen). Penemuan ini mencerminkan bahwa jiwa kewirausahaan anggota koperasi primer ternyata mempengaruhi dan turut menentukan kelangsungan usaha koperasi-koperasi primer wanita yang bernaung dalam Puskowanjati. Para wanita anggota koperasi primer yang mempraktekkan sistem tanggung renteng ditengarai turut menopang kehidupan organisasi koperasi masing-masing.
          Hasil kajian juga menggambarkan adanya kemampuan adaptasi para wanita anggota koperasi dalam mengadopsi suatu sistem yang diyakini bersama dapat membantu pemenuhan ekonomi rumah tangga mereka. Keberhasilan tanggung renteng sebagai suatu sistem dapat dicermati dari unsur rasa keterikatan anggota kepada kelompoknya dan koperasinya. Hal ini mendukung upaya penyelamatan asset dan ketersediaan likuiditas koperasi sehingga semua anggota koperasi memiliki kesempatan yang relatif sama untuk mendapatkan pelayanan dari koperasi masing-masing.
        Aspek-aspek psikososial yang berhasil diukur ini nampaknya perlu dipertimbangkan dengan lebih cermat di masa akan datang sebagai bagian dari pola pembinaan koperasi dan anggotanya. Hasil kajian juga mengindikasikan bahwa pengembangan koperasi tidak bisa terlepas sepenuhnya dari aspek-aspek psikologis dan sosiologis anggotanya. Hal tersebut disebabkan karena dasar pendirian koperasi adalah merupakan kumpulan orang-orang (human capital) dan bukan semata-mata kepada unsur permodalan.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka generalisasi kajian dalam bentuk replikasi sistem tanggung renteng masih memerlukan kajian lebih mendalam dengan lingkup lebih luas.

VI. DAFTAR PUSTAKA
Hadipranata, A.F., (1987). Laporan Hasil Lokakarya. Mikeo. Yogyakarta: Studio Yogyayasa Laboratorium Sumberdaya Manusia.
Hadipranata, A.F., (1987). Mikeo. Yogyakarta: Badan Pelaksana Pendidikan dan Latihan Ketenagakerjaan Yogyakarta.
Hadipranata, A.F., & Rasyid, H.F., (1990). Perbedaan Semangat Kerja Karyawan Dalam Kelompok Yang Kohesif dan Yang Tidak Kohesif Pada Perusahaan Tenun ATBM Kodya Yogyakarta. Laporan Penelitian.Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.
Katz, R., (1982). The Effects of Group Longerity on Project Communication and Performance. Administrative Science Quarterly, 27, 81-104.
Himam, F., (1993). Identifikasi dan Analisis Alat Ukur Penelitian di Bidang Psikologi Industri dan Organisasi. Penelitian. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.
Sistem Tanggung Renteng: Perspektif Psikososial (Burhanuddin dan Pariaman Sinaga)
Jannis, I.L. (1989). Crucial Decissions. New York: The Free Press.
Mardiyati.A., (2004). Kebahagiaan Perkawinan Ditinjau Penyesuaian Diri dan Sikap Terhadap Konsep Wanita Ideal Jawa.
Steiner, I., (1972). Group Process and Productivity. New York: Academic Press.
Zander, A., (1979). The Psychology of Group Processes. Annual Review of Psychology, 30, 417-452.
Zander, A., (1982). Making Group Effective. San Fransisco: Jossey Bass.
Sistem Tanggung Renteng: Perspektif Psikososial (Burhanuddin dan Pariaman Sinaga)










Jumat, 12 Oktober 2012

Jurnal Koperasi Ekonomi 3


Review

Kajian Tentang Keterkaitan Koperasi Sekunder dengan Koperasi Primer Anggotanya*)

*) Kajian Asdep Urusan Penelitian Koperasi tahun 2007.
Artikel diterima 24 April 2009, peer review 24 April 2009, review akhir 7 Juli 2009
**) Kabid. Kehutanan, Deputi Bidang Produksi (koordinator kajian)
***) Peneliti pada Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK

Oleh :
Togap Tambunan**) dan Jannes Situmorang***)

Abstrak
           Penilaian pada interelasi koperasi sekunder dengan koperasi primer dari anggota mereka ditujukan untuk: a). Untuk mengidentifikasi keterkaitan antara koperasi sekunder tingkat provinsi dengan koperasi primer dari anggota mereka. b). Untuk mengidentifikasi keterkaitan berdasarkan kelompok fungsional dilaksanakan oleh koperasi sekunder untuk koperasi primer dari anggota mereka.
Penilaian ini dilakukan dalam 8 dengan benda koperasi sekunder dan primer dari anggota mereka. Sampel ditentukan dengan menggunakan purposive sampling. Hasil analisis data menunjukkan bahwa: a). Dari sudut pandang pelaksanaan semua fungsi integrasi vertikal koperasi sekunder terkait dengan koperasi primer dari anggota mereka. Hubungan timbal balik ini sangat penting dan nyata, tetapi memiliki tingkat keterkaitan yang lemah. b). Dari aspek pelaksanaan vertikal kelompok integrasi fungsi masing-masing fungsi institusional, fungsi bisnis dan fungsi pendukung, koperasi sekunder terkait dengan koperasi primer anggota mereka.       

           Hubungan timbal balik ini juga signifikan atau nyata, namun tingkat keterkaitan masih lemah.
Penilaian ini menunjukkan sehingga tingkat keterkaitan antara koperasi sekunder dengan koperasi primer anggota ot mereka bisa menjadi lebih kuat maka pembangunan kapasitas, melalui pelatihan, penyuluhan, sosialisasi, pemberdayaan prinsip-prinsip koperasi, dan teknik harus ditingkatkan.

Kata Kunci : Koperasi primer, koperasi sekunder, keterkaitan lemah, capacity building


I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
           Undang-Undang Koperasi Nomor 25 tahun 1992 menyebutkan bahwa koperasi sekunder adalah koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan koperasi primer dan/atau koperasi sekunder berdasarkan kesamaan kepentingan dan tujuan efisiensi. Koperasi sekunder dapat didirikan oleh koperasi sejenis maupun koperasi berbagai jenis atau tingkatan. Pendirian koperasi sekunder dalam berbagai tingkatan selama ini dikenal dengan sebutan (1) Pusat, (2) Gabungan, dan (3) Induk.
           Beberapa contoh Koperasi Sekunder yang dikenal antara lain INKOPOL, INKOPKAR, IKPRI, INKOPDIT, INKUD, IKPI, GKBI, GKSI, PUSKUD, PUSKOPDIT, PUSKOPTI, PUSKOPKAR, PUSKSP, dan lain-lain. Hingga saat ini tercatat terdapat 156 koperasi sekunder tingkat nasional yang terdiri dari 63 Induk Koperasi, 7 koperasi berbentuk Gabungan, dan 86 koperasi lainnya berbentuk Pusat (Kementerian Koperasi dan UKM, 2005). Jumlah ini belum termasuk koperasi sekunder yang tersebar disetiap provinsi dan kabupaten di seluruh Indonesia.

1.2 Permasalahan
           Fungsi koperasi sekunder secara spesifik menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 adalah (1) Berfungsi sebagai jaringan dengan sekurang-kurangnya 3 anggota untuk menciptakan skala ekonomis dan posisi tawar, dan (2) Berfungsi sebagai ”subsidiaritas” dimana bisnis yang dilaksanakan anggota (koperasi primer) tidak dijalankan oleh koperasi sekunder sehingga tidak saling mematikan. Juga menurut undang-undang tersebut, koperasi sekunder didirikan oleh dan beranggotakan koperasi primer dan/atau koperasi sekunder berdasarkan kesamaan kepentingan dan tujuan efisiensi.

1.3 Tujuan Kajian
           Tujuan kajian ini adalah untuk: 1). Mengetahui keterkaitan antara koperasi sekunder tingkat provinsi dengan koperasi primer anggotanya; 2). Mengetahui keterkaitan berdasarkan kelompok fungsi yang dilaksanakan koperasi sekunder kepada koperasi primer anggotanya.

1.4 Ruang Lingkup
           Ruang lingkup kajian meliputi beberapa aspek antara lain: 1). Identifikasi hubungan fungsional dan capacity building koperasi sekunder tingkat provinsi dengan koperasi primer anggotanya; 2). Identifikasi keterkaitan usaha antara koperasi sekunder tingkat provinsi dengan koperasi primer anggotanya; 3). Efisiensi usaha dan bargaining position di dalam koperasi sekunder tingkat provinsi dan koperasi primer anggotanya.

II. KERANGKA PEMIKIRAN
           Koperasi sekunder memiliki bentuk koperasi yang khas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perkoperasian. Koperasi sekunder tidak berbasis kepada orang (member based) melainkan dibentuk berdasarkan kesamaan kebutuhan organisasi, yakni koperasi sekunder yang dibentuk oleh badan hukum koperasi primer. Berdasarkan basis pembentukannya, maka koperasi sekunder memiliki tiga azas yaitu: (1) Efisiensi, (2) Mutual (saling melengkapi), dan (3) Kebersamaan. Koperasi sekunder memiliki dua fungsi yaitu sebagai suatu jaringan dan sebagai subsidiaritas. Sebagai jaringan, koperasi sekunder diharapkan mampu menciptakan skala ekonomis dan posisi tawar bagi dirinya sendiri dan bagi koperasi primer anggotanya. Sedangkan fungsi subsidiaritas memiliki arti bisnis yang dilakukan anggotanya (koperasi primer), tidak dijalankan di tingkat koperasi sekunder, sehingga tidak saling mematikan.

3.2 Lokasi dan Waktu Kajian
           Kajian ini telah dilaksanakan pada 8 provinsi yang memiliki koperasi sekunder masing-masing: Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, Nusa Tenggara Barat, dan Kalimantan Barat.

3.3 Metode Penarikan Sampel (Sampling Methode)
           Penarikan sampel pada objek kajian dilakukan dengan metode Purposive Sampling. Dari lokasi kajian yang telah ditentukan, kemudian dipilih koperasi sekunder dan primer anggota sebagai sampel. Sampel koperasi sekunder tingkat provinsi dan koperasi primer anggota dipilih berdasarkan informasi dari dinas koperasi provinsi setempat. Koperasi sekunder dimaksud adalah yang masih aktif dan memiliki keterkaitan dengan koperasi anggotanya. Responden penelitian ini adalah pengurus koperasi sekunder dan pengurus koperasi primer anggotanya.

3.1 Jenis Data
           Data yang dikumpulkan sebagai bahan analisis terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari para responden melalui wawancara langsung dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah disusun secara terstruktur. Sedangkan data sekunder dikumpulkan dari laporan-laporan Kementerian Koperasi dan UKM, BPS tingkat provinsi, dinas koperasi tingkat provinsi dan kabupaten, dan dari masing-masing koperasi.

3.2 Seleksi Fungsi-fungsi Keterkaitan
           Keterkaitan antara koperasi sekunder dengan koperasi primer dapat dilihat dari pelaksanaan fungsi-fungsi diantara mereka. Fungsi-fungsi yang harus dilaksanakan oleh masing-masing tentu sangat banyak. Seleksi fungsi-fungsi tersebut dilakukan dengan berpedoman pada Petunjuk Pemeringkatan Koperasi Berkualitas dan Koperasi Berprestasi. Diperoleh 25 fungsi yang layak dijadikan faktor yang menentukan keterkaitan dimaksud. Fungsi-fungsi tersebut dikelompokkan dalam tiga bagian masing-masing: (1) Fungsi kelembagaan, (2) Fungsi usaha, dan (3) Fungsi penunjang. Definisi fungsi-fungsi tersebut adalah:

A. Kelembagaan
FA1 : memberikan bimbingan dan advokasi keanggotaan
FA2 : memberikan masukan mengenai RAT (menghadiri, mengarahkan)
FA3 : ikut menyusun rencana kerja dan RAPB Koperasi Sekunder
FA4 : memberikan pelatihan manajerial koperasi
FA5 : menegakkan implementasi nilai-nilai koperasi
FA6 : memberikan pelatihan organisasi koperasi
FA7 : memberikan pelatihan keanggotaan koperasi
FA8 : mengadakan pertemuan khusus, ilmiah (seminar, lokakarya)
FA9 : membangun kerjasama antara koperasi anggota
FA10 : mengupayakan kemitraan dengan pihak ketiga
FA11 : mengadakan pertemuan secara periodik
FA12 : menghadiri RAT Koperasi Sekunder
FA13 : membagikan SHU kepada anggota
FA14 : memenuhi kewajiban.

B. Usaha
FB1 : membantu penyusunan business plan (rencana kerja)
FB2 : membantu dan membangun jaringan pemasaran
FB3 : membantu pengolahan/proses produksi
FB4 : membantu permodalan/pembiayaan produksi
FB5 : membantu promosi
FB6 : mengadakan temu usaha.

C. Penunjang
FC1 : membantu administrasi bisnis (pembukuan, akuntansi, dll)
FC2 : membantu manajemen
FC3 : membantu sistem informasi
FC4 : membantu penyebaran informasi
FC5 : membantu image (citra) koperasi.
Keterangan :
Fungsi FA1, FA2, FA4 sampai FA11, dan FA13; FB1 sampai FB6 dan FC1 sampai FC5 dilaksanakan oleh koperasi sekunder kepada koperasi primer anggota, sedangkan fungsi F3, F12 dan F13 dilaksanakan oleh koperasi primer anggota kepada koperasi sekunder. 

3.3 Metode Analisis Data
a). Uji Chi Square (Uji 2χ)
Keterangan :
2χ = Chi – Square
fo = Frekuensi yang diperoleh dari sampel (hasil observasi)
fh = Frekuensi yang diharapkan atau disebut juga frekuensi teoritis.

b). Uji Signifikansi
           Uji siginifkansi digunakan untuk menunjukkan bahwa apakah ada hubungan yang signifikan antara satu variabel dengan variabel lainnya. Dalam penelitian ini, uji signifikansi digunakan untuk mengetahui apakah ada hubungan yang signifikan antara koperasi sekunder dengan koperasi primer anggotanya melalui fungsi-fungsi yang mereka lakukan. Hipotesis yang digunakan adalah hipotesis nol/nihil (H0) dan hipotesis tandingan/alternatif (H1).

c). Koefisien Kontingensi (C)
           Koefisien kontingensi digunakan untuk mengukur derajat hubungan, asosiasi, atau dependensi dari klasifikasi-klasifikasi dalam tabel kontingensi. Derajat hubungan di sini menunjukkan ada korelasi atau tidak antara kolom dan baris tabel kontingensi, dan apakah hubungan tersebut kuat atau tidak kuat. Rumus koefisien kontingensi adalah :
nC+=22χχ ........................................................................... (3)
dimana :
C = Koefisien kontingensi
2χ = Nilai chi- square
n = Besar sampel.
           Hasil koefisien kontingensi (C) berkisar antara nol hingga satu. Jika C = 0 maka tidak terdapat keterkaitan antara koperasi sekunder dengan koperasi primer anggotanya. Jika C = 1 maka terdapat keterkaitan yang sangat kuat diantara keduanya, dan jika C > 0.5 maka terdapat keterkaitan antara keduanya dan keterkaitan tersebut dikatakan cukup kuat. Sedangan jika C < 0.5 maka terdapat keterkaitan antara keduanya namun keterkaitan tersebut lemah.


IV. GAMBARAN UMUM KOPERASI
4.1 Koperasi Sekunder Tingkat Provinsi
           Dari hasil survei lapangan pada 8 provinsi, diperoleh 33 koperasi sekunder. Jumlah tersebut dibagi dalam 12 jenis koperasi masing-masing: (1) PUSKUD (Puskud Jatim, Jateng, Sumbar, NTT, Sulsel, Sumut, dan Kalbar); (2) GKSI Jateng; (3) PUSKOPDIT (Puskopdit Jateng, NTT, Sumut); (4) PUSKUD MINA (Puskud Mina Jatim); (5) PKP-RI (PKP Sumbar, NTT, Sulsel, Sumut, Lotim dan Lobar); (6) PUSKOPPAS (Puskoppas Sulsel); (7) PUSKOPPONTREN (Puskoppontren Sulsel);
JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 140-160 (8) PUSKSP (Puskospin Jatim, NTB); (9) PUSKOPWAN (Puskowan Jatim, Sumbar, Sulsel); (10) PUSKOPPOLDA (Puskoppolda Sumbar, NTT, Sulsel, Puskopad A’DAM VII/WRB, Sumut); (11) PUSAT KOPERASI VETERAN (Puskop Purnawirawan & Warakawuri TNI & Polri NTT), dan (12) PKSU (PKSU NTB dan Kalbar). Dari sisi permodalan, hampir semua koperasi sekunder tingkat provinsi mengeluhkan kekurangan modal untuk pembiayaan usahanya. Namun dengan segenap keterbatasan yang ada mereka tetap berusaha untuk tetap eksis menjalankan usaha yang ada. Rata-rata Koperasi sekunder menghadiri RAT yang diselenggarakan koperasi primer anggotanya. Namun dalam hal kerjasama membangun jaringan usaha yang saling terkait dengan usaha anggotanya, jarang dilakukan. Ada beberapa koperasi primer sampel menyatakan tidak memperoleh informasi memadai dari koperasi sekunder dalam kegiatan pengembangan usaha dan informasi pasar.

4.2 Koperasi Primer Anggota
            Koperasi primer anggota dari koperasi sekunder yang terpilih dalam penelitian ini berjumlah 107 koperasi. Jumlah ini dikategorikan menurut 12 jenis koperasi sekunder tingkat provinsi dengan perincian sebagai berikut: (1) KUD, 26 koperasi; (2) KUD Susu, 4 koperasi; (3) KOPDIT, 11 koperasi; (4) KUD MINA, 2 koperasi; (5) KPRI, 24 koperasi; (6) KOPPAS, 6 koperasi; (7) KOPPONTREN, 1 koperasi; (8) KSP, 7 koperasi; (9) KOPWAN, 5 koperasi; (10) KOPPOLDA, 12 koperasi, dan (11) KSU, 9 koperasi. Rata-rata koperasi primer terjalin usahanya dengan koperasi sekunder hanya sebatas organisasi dan belum kepada pelaksanaan fungsi-fungsi secara nyata. Rata-rata koperasi primer membutuhkan campur tangan pemerintah menangani permasalahan yang mereka hadapi mengenai bantuan permodalan, pembinaan dan pelatihan managemen serta kerjasama dengan berbagai pihak.


V. HASIL KAJIAN DAN PEMBAHASAN
           Untuk mengetahui sejauh mana koperasi sekunder berperan menunjang aktivitas dan usaha-usaha koperasi anggotanya maka perlu dibahas sejauh mana keterkaitan di antara mereka. Keterkaitan di antara koperasi sekunder dan koperasi anggotanya dapat terwujud di dalam fungsi-fungsi yang dijalankan di antara mereka. Keterkaitan diantara koperasi dibedakan atas dua kategori. 1). keterkaitan antara koperasi sekunder tingkat provinsi dengan koperasi primer anggota secara keseluruhan. 2). keterkaitan antara koperasi sekunder tingkat provinsi dengan koperasi primer anggota dipisahkan menurut golongan fungsi yakni fungsi-fungsi kelembagaan, fungsi-fungsi usaha dan fungsi-fungsi penunjang.

5.1 Keterkaitan Koperasi Sekunder Tingkat Provinsi dengan Koperasi Primer Anggotanya Dianalisis Menurut Keseluruhan Fungsi
           Koperasi sekunder secara nyata dapat terkait dengan koperasi primer anggotanya jika dilihat dari sisi pelaksanaan fungsinya secara menyeluruh. Pada tabel 2 disajikan distribusi frekuensi pelaksanaan fungsi-fungsi keterkaitan koperasi sekunder dengan anggotanya, dan pada tabel 3 disajikan nilai chi square menurut analisis keseluruhan fungsi integrasi.

5.2 Keterkaitan Koperasi Sekunder Tingkat Provinsi dengan Koperasi Primer Anggotanya Dianalisis Menurut Kelompok Fungsi
          Analisis menurut kelompok fungsi dimaksudkan untuk melihat apakah ada keterkaitan antara koperasi sekunder dengan koperasi anggotanya dilihat dari 3 kelompok fungsi, masing-masing fungsi kelambagaan, fungsi usaha, dan fungsi penunjang. Pada tabel 4 disajikan distribusi frekuensi pelaksanaan fungsi-fungsi keterkaitan koperasi sekunder dengan anggotanya menurut katagori fungsi, dan pada tabel 5 disajikan nilai chi square menurut analisis kelompok fungsi integrasi.


VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
        Berdasarkan data dan pembahasan pada bab-bab sebelumnya mengenai keterkaitan koperasi sekunder dengan koperasi anggotanya pada delapan daerah survei masing-masing provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, Nusa Tenggara Barat dan Kalimantan Barat, dirumuskan beberapa kesimpulan sesuai tujuan penelitian adalah sebagai berikut :
1. Dilihat dari pelaksanaan keseluruhan fungsi integrasi vertikal, koperasi sekunder terkait dengan koperasi primer anggotanya. keterkaitan ini signifikan atau nyata namun memiliki tingkat hubungan yang lemah.
2. Dari sisi pelaksanaan kelompok fungsi integrasi vertikal masing-masing fungsi-fungsi kelembagaan, fungsi-fungsi usaha, dan fungsi-fungsi penunjang, koperasi sekunder terkait dengan koperasi Primer anggotanya. Keterkaitan ini juga signifikan namun tingkat keterkaitannya lemah.

6.1 S a r a n
           Sesuai hasil analisis yang menunjukkan bahwa keterkaitan koperasi sekunder tingkat provinsi dengan koperasi primer anggota yang lemah maka disarankan agar koperasi sekunder harus meningkatkan capacity building melalui pelatihan, penyuluhan, pemasyarakatan, pemberdayaan prinsip-prinsip koperasi dan teknis perkoperasian.


VII. DAFTAR PUSTAKA
Agresti. A. and Barbara. F. Statistical Methods for the Social Sciences. Prentice Hall, New Jersey.
Anonim, (1992). Undang-Undang Nomor 25 Tahun 199 2 tentang Perkoperasian.
-------------, (2004). Pedoman Pengembangan Koperasi Khusus Koperasi Sekunder di DKI Jakarta Tahun 2004. Dinas Koperasi Usaha Kecil dan Menengah Provinsi DKI Jakarta, Jakarta.
Kajian Tentang Keterkaitan Koperasi Sekunder Dengan Koperasi Primer Anggotanya
(Togap Tambunan dan Jannes Situmorang)
160
-------------, (2006). Solusi Koperasi & Usaha Kecil. Warta Koperasi. No. 164, Maret 2006, Jakarta.
Bayu Krisnamurthi, (1988). Perkembangan Kelembagaan dan Perilaku Usaha Koperasi Unit Desa di Jawa Barat. Suatu Kajian Cross-Section. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Djarwanto, (1999). Statistik Nonparametrik. BPFE Yogyakarta.
Donald Ary, L. Ch. Yacobs and Razavich, (1979). Introduction in Research Education 2nd Editon. Hott Rinehart and Winston, Sydney.
Earl R. Babie, (1973). Survey Research Methods. Belmont, Wadsworth Publication Co., California.
Hadi. S, (1987). Statistik II. Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM, Yogyakarta.
ICA, (1995). Farmer Organizations and Rural Cooperatives. International Cooperative Aliance (ICA) Communication, May 1995.
(//gopher.adp.wisc.edu:70)
Partomo. S.T. dan Abdul Rahman S, (2002). Ekonomi Skala Kecil/Menengah & Koperasi. Penerbit, Ghalia Indonesia, Anggota IKAPI, Jakarta.
Suwandi, (1987). Koperasi Organisasi Ekonomi yang Berwatak Sosial. Bharata, Jakarta.
Suwandi, (2005). Revitalisasi Koperasi Sekunder Nasional. Media Pengkajian Koperasi Usaha Kecil dan Menengah, No: 26 Tahun XX 2005, Jakarta.








Kamis, 11 Oktober 2012

Jurnal Ekonomi Koperasi 2

Review


Kajian Penataan Kelemmbagaan Koperasi Penerima Bantuan Dana Bergulir Pengembangan Pasar Tradisional*)

*) Kajian yang dilaksanakan oleh penulis tahun 2007.
Artikel diterima 5 April 2009, peer review 22 April s.d. 8 Juni 2009, review akhir 7 Juli 2009
**) Peneliti pada Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK


Oleh : 
Saudin Sijabat**)

Abstrak
          Lembaga adalah "suatu sistem organisasi yang dapat mengontrol sumber daya". Kelembagaan memiliki karakteristik antara lain: a border) Yurisdiction yang menentukan siapa dan apa yang tercakup dalam sistem dan terkait dengan batas kewenangan dan kekuasaan, b) hak kekayaan intelektual. Fitur ini mengacu pada pasti hak dan kewajiban yang diatur oleh hukum, tradisi adat / dan / atau konsensus. Klarifikasi hak kekayaan intelektual di lembaga ini sebagai sumber kekuatan peserta pengembangan dalam mengembangkan akses dan kontrol terhadap lalu lintas dan alokasi sumber daya. Ciri lainnya adalah c) Representasi regulasi yang dapat memastikan siapa yang berhak terhadap sesuatu dalam setiap proses pengambilan keputusan.
           Dana bergulir untuk pengembangan pasar tradisional melalui koperasi dana pemerintah untuk anggaran berasal dari Negara Kementerian Negara Koperasi dan UKM yang disalurkan kepada koperasi untuk mengembangkan pasar tradisional oleh koperasi dan sejak saat itu meminjamkannya kepada anggota under skema dana bergulir antar koperasi.

Kata Kunci : Koperasi, kelembagaan, managemen, dana bergulir, pasar tradisional

I. Pendahuluan
           Pesatnya perkembangan pembangunan sarana pemasaran yang dilakukan oleh pemerintah dan dunia usaha perdagangan lainnya seperti supermaket, mall, swalayan dan bentuk-bentuk perkulakan lainnya yang sudah merambah ke daerah pemukiman dan pedesaan, juga diikuti dengan perkembangan usaha ritel dan pedagang eceran dalam bentuk Indomart atau Alfamart dan sejenisnya, berdampak pada koperasi yang bergerak dibidang perdagangan khususnya koperasi pengelola pasar tradisional harus menyesuaikan diri agar selalu bisa eksis untuk memberikan pelayanan kepada anggotanya para pedagang. Apabila hal ini tidak dilakukan, sudah barang tentu koperasi pasar akan semakin jauh dari akses-akses usaha yang diperlukan anggota karena tidak dapat memberikan pelayanan yang efektif kepada anggota sehingga koperasi tidak mampu bersaing dengan usaha-usaha sejenis.

1.1 Tujuan
           Kegiatan ini bertujuan untuk penataan kelembagaan koperasi penerima bantuan dana bergulir pengembangan pasar tradisional, sehingga koperasi pasar tradisional selain mampu melakukan program dengan baik, juga agar koperasi memiliki daya tahan dan daya saing untuk melakukan aktivitas, terutama menjalankan usahanya dalam memberikan pelayanan terhadap anggota.

1.2 Sasaran
           Sasaran kajian adalah: 1). Terwujudnya Lembaga Koperasi Pasar yang baik, untuk mengelola pasar tradisional; 2). Terwujudnya peningkatan kinerja koperasi pasar sehingga pengelola pasar tradisional semakin baik dalam memberikan pelayanan kepada anggota dan UKM yang berusaha dalam pasar tradisional dimaksud; 3). Terwujudnya peningkatan peran serta anggota koperasi dan UKM secara aktif dalam membangun kemandirian koperasi yang tangguh secara berkelanjutan; 4). Terwujudnya peningkatan nilai manfaat dan nilai tambah bagi anggota koperasi dan UKM melalui peningkatan aktivitas usaha dan organisasi koperasi secara terbuka dan demokratif.

1.3 Ruang Lingkup
           Ruang lingkup kegiatan adalah penataan kelembagaan koperasi penerima bantuan dana bergulir pengembangan pasar tradisional, sehingga partisipasi anggota koperasi tidak hanya pada aktivitas usaha saja, tetapi juga dalam aktivitas managemen koperasi. Langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah: 1). Memilih lokasi pelaksanaan survey terhadap pembina koperasi propinsi, kabupaten/kota, dan pengurus koperasi; 2). Menyiapkan panduan dan kuesioner pengumpulan data dari pengurus koperasi; 3). Merumuskan indikator kajian penetaan kelembagaan koperasi pengelola pasar tradisional; 4). Melakukan pengumpulan data dan informasi lapang; 5). Melakukan pembahasan konsep kajian untuk penataan kelembagaan koperasi pengelola pasar tradisional; 6). Penyempurnaan konsep final hasil kajian penataan kelembagaan koperasi pengelola pasar tradisional.

1.4 Metodologi
           Metode yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan ini adalah penelitian lapang dengan metode Analisis Deskriptif, pendekatan partisipatif. Dengan model analisis ini, pembahasan hasil analisa dapat dilakukan secara komprehensif dan selanjutnya menyusun ruang lingkup wilayah dan pendataan, meliputi:
  1.  Wilayah Kajian
  2.  Jenis dan Sumber Data

II. Tinjauan Teoritis
2.1 Pemahaman Koperasi
          Koperasi sebagai badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi, dalam melakukan kegiatannya berdasarkan pada prinsip koperasi, seperti tertuang dalam UU Republik Indonesia, Nomor 25 Tahun 199 2, Tentang Perkoperasian. Koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat maupun sebagai badan usaha berperan serta untuk mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur dalam tata perekonomian nasional.
Perumusan jatidiri koperasi menurut ICA di Manchaster (ICA Cooperative Identity Statement/ICS) tahun 1995, terdiri dari:
  1. Definisi Koperasi. Koperasi adalah perkumpulan otonomi dari orang-orang yang berhimpun secara sukarela untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan aspirasi-aspirasi ekonomi, sosial dan budaya bersama melalui perusahaan yang mereka miliki bersama dan mereka kendalikan secara demokratis;
  2. Nilai-nilai. Koperasi memiliki nilai-nilai menolong diri sendiri, tanggung jawab sendiri, demokratis, persamaan, kejujuran, keterbukaan, tanggung jawab sosial dan kepedulian terhadap orang lain;
  3. Prinsip-prinsip (sebagai penjabaran nilai-nilai), prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut: a). Keanggotaan sukarela dan terbuka; b). Pengendalian oleh anggota secara demokratis; c). Partisipasi ekonomi anggota; d). Otonomi dan kebebasan; e). Pendidikan, pelatihan dan informasi; f). Kerjasama diantara koperasi; g). Kepedulian terhadap komunitas.
2.2 Ciri-ciri Koperasi Indonesia
           Indonesia termasuk salah satu negara yang menerbitkan perundang-undangan yang khusus mengatur koperasi. Undang-undang (UU) yang berlaku saat ini adalah UU RI Nomor 25 Tahun 1992, Tentang perkoperasian. Ciri-ciri koperasi Indonesia secara umum dituangkan dalam pasal 2, 3, 4, dan 5 menetapkan prinsip koperasi Indonesia, yang terdiri dari 7 (tujuh) butir yang dituangkan dalam 2 ayat, yaitu: 1). Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka; 2). Pengelolaan dilakukan secara demokratis; 3). Pembagian Sisa Hasil Usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa masing-masing anggota; 4). Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal; 5). Kemandrian; 6). Pendidikan perkoperasian; 7). Kerjasama antar koperasi.

2.3 Ciri-ciri Organisasi Koperasi
           Koperasi, merupakan bentuk perusahaan yang unik berbeda dengan bentuk perusahaan kapitalistik pada umumnya. Perbedaan itu antara lain:
a. Koperasi dibentuk bukan untuk mengejar keuntungan bagi perusahaan koperasi sendiri, melainkan diberi tugas melayani anggotanya, agar anggotanya meraih keuntungan yang lebih baik.
b. Keberhasilan perusahaan kapitalistik diukur dari kemampuan meraih laba, perusahaan koperasi diukur dari kemampuannya memperbaiki kondisi ekonomi rumah tangga para anggotanya.

2.4 Konsep Managemen Koperasi
           Managemen koperasi adalah proses mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya manusia, material dan keuangan koperasi untuk mencapai tujuan koperasi yang ditetapkan, yaitu untuk menghasilkan manfaat yang dapat digunakan oleh anggotanya dalam upaya meningkatkan kegiatan ekonominya. Proses, berarti managemen koperasi merupakan serangkaian kegiatan yang teratur, melalui tahap perencanaan, pengorganisasian pelaksanaan dan pengendalian. Optimal mengandung maksud bahwa sumber daya koperasi dikelola secara efisien dan efektif.

2.5 Konsepsi Penataan Kelembagaan
           Program bantuan perkuatan yang disalurkan Kementerian Negara Koperasi dan UKM selama ini, masih kurang memperhatikan unsur kelembagaan sebagai faktor penting untuk menjamin keberhasilan dan kelangsungan pembangunan, khususnya pemberdayaan UMKM, yang relatif belum berkembang. Hal ini karena kita masih kurang menyadari, bahwa kelembagaan adalah faktor strategis yang menentukan keberhasilan pembangunan ekonomi terutama di sektor pertanian, industri kerajinan, bisnis ritel karena sifatnya yang padat karya dan lingkup usahanya yang relatif luas. Kelembagaan merupakan unsur esensial yang tidak bisa dijiplak mentah‑mentah atau dipinjam dari luar, tidak seperti halnya modal dan teknologi (Soetrisno, 1989).

III. Kebijakan Program Bantuan Dana Bergulir Pengembangan Pasar Tradisional Melalui Koperasi
3.1 Persyaratan Pasar Tradisional, Koperasi dan Pedagang Calon Penerima Bantuan Dana Bergulir
      1. Pasar
  • Pasar tradisional yang sedang atau akan dikembangkan diprakarsai oleh koperasi atau prakarsa Pemda dengan melibatkan koperasi, baik dalam perencanaan, penentuan harga, penempatan pedagang maupun pengelolaan.
  • Pasar tradisional yang akan dikembangkan memliki pola kepemilikan atau pemanfaatan kios dan los yang memberikan kepastian tempat berusaha bagi pedagang dalam jangka panjang.
  • Pasar tradisional yang akan dikembangkan harus didukung oleh Pemda setempat.
  • Pasar tradisional yang akan dikembangkan memiliki jumlah pedagang anggota koperasi paling sedikit 30 (tiga puluh) orang, dan pedagang yang siap menempati kios atau los segera setelah selesai dikembangkan.
      2. Koperasi
Persyaratan koperasi penerima bantuan perkuatan dana bergulir pengembangan pasar tradisional adalah sebagai berikut:
  • Telah berbadan hukum paling sedikit 1 (satu) tahun dan berkedudukan serta berusaha di wilayah pasar tradisional yang akan dikembangkan;
  • Mendapat persetujuan dari anggota/pedagang untuk melaksanakan program pengembangan yang dibuktikan dengan berita acara Rapat Anggota atau surat pernyataan;
  • Organisasi, managemen dan usaha koperasi dalam kondisi sehat yang dibuktikan dengan pernyataan hasil penilaian dari Dinas;
  • Mempunyai anggota sebagai pedagang minimal 30 orang;
  • Belum pernah mendapat bantuan dana bergulir serupa;
      3. Anggota Koperasi/Pedagang
Kriteria anggota koperasi/pedagang penerima bantuan perkuatan dana bergulir adalah:
  • Terdaftar sebagai anggota koperasi, telah memenuhi kewajiban.
  • Berdomisili dan bertempat tinggal di wilayah kerja koperasi
  • Sanggup dan bersedia mentaati peraturan dan memnuhi persyaratan yang ditetapkan oleh koperasi.
  • Tidak memiliki tunggakan pinjaman pada bank atau lembaga lain.
3.2 Penetapan, pencairan, pemanfaatan dan pengembalian bantuan dana bergulir
  1. Penetapan Koperasi
  2. Tatacara pencairan bantuan
  3. Penggunaan
  4. Penyaluran
  5. Pengembalian
  6. Pengembalian Dana Bergulir dari Anggota
  7. Penetapan dan pemanfaatan jasa
  8. Perguliran Dana

IV. Evaluasi Terhadap Kelembagaan Koperasi Pasar Penerima Program Bantuan Dana Bergulir Pengembangan Pasar Tradisional

4.1 Koperasi Pasar Penerima Program Bantuan Dana Bergulir Pengembangan Pasar Tradisional
           Dari data sekunder yang diperoleh dari Deputi Bidang Pemasaran dan Jaringan Usaha, Kementerian Negara Koperasi dan UKM sejak tahun 2003 sampai dengan tahun 2005 telah melakukan pengembangan pasar tradisional di 5 (lima) propinsi dan 7 (tujuh) kabupaten/kota serta jumlah koperasi sebanyak 9 (sembilan) koperasi pasar, dengan jumlah dana yang telah direalisasikan sebesar Rp 34,125 miliar. Data hasil kunjungan kepada koperasi pasar penerima bantuan dana bergulir pengembangan pasar tradisional.

4.2 Keragaan Kelembagaan Koperasi Pasar
  1. Propinsi Nangro Aceh Darussalam, Kabupaten Gayo Lues di Koperasi Pasar Pelita Karya
  2. Propinsi Bengkulu, Kota Bengkulu di Koperasi Pasar Pagar Dewa
  3. Propinsi Sumatera Selatan, Kabupaten OKU dan Kota Palembang sebanyak tiga ( 3) Koperasi
  4. Propinsi Sulawesi Selatan, Kab. Sinjai dan Kab. Bone ada 3 Koperasi
  5. Propinsi Jawa Tengah Kabupaten Kebumen di Koperasi Pasar Melati
4.3 Langkah-Langkah Penataan Kelembagaan Koperasi Pasar Tradisional.
           Untuk perbaikan pelaksanakan penataan kelembagaan koperasi penerima program bantuan perkuatan dana bergulir pengembangan pasar tradisional yang akan datang, maka perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
  1. Mempersiapkan formulir angket isian, untuk mengetahui kelengkapan organisasi, tatalaksana dan administrasi usaha koperasi pasar yang mengajukan permohonan bantuan dana bergulir pengembangan pasar tradisional.
  2. Melakukan kunjungan ke koperasi yang terdaftar sebagai calon penerima program bantuan perkuatan dana bergulir pengembangan pasar tradisional untuk melakukan evaluasi.
  3. Mengecek kelengkapan buku-buku administrasi koperasi sebagaimana ditetapkan (16 buku) dan menguji ketertiban pelaksanaannya. Dalam mengelola administrasi usaha koperasi, pengelola supaya menyelenggarakan pembukuan sesuai standar akuntasi keuangan koperasi yang berlaku.
  4. Mengecek kebenaran laporan pengurus/pengelola koperasi tentang pengelolaan organisasi dan usaha yang dilaksanakan, apakah sesuai dengan laporan yang disampaikan kepada Tim.
V. Kesimpulan dan Saran
           Hasil kajian penataan kelembagaan koperasi pasar penerima program bantuan dana bergulir pengembangan pasar tradisional yang telah dilaksanakan, dapat disampaikan hal-hal sebagai berikut:
  1. Kelembagaan koperasi pasar tradisional sangat perlu didata, mengingat dari sampel yang ditinjau diberbagai propinsi, kondisi kepemilikan dan pengerjaan buku-buku administrasi sangat kurang baik.
  2. Pelaksanaan RAT pada beberapa koperasi belum dilaksanakan sebagaimana mestinya, pada hal RAT adalah sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam koperasi.
  3. Laporan pertanggungjawaban pengurus belum memenuhi standar pelaporan sebagaimana layaknya. Hal ini terkait dengan kurang tertibnya administrasi organisasi dan usaha serta lemahnya kemampuan SDM koperasi dalam pemahaman administrasi managemen.
  4. Pengelolaan dan penyaluran bantuan perkuatan dana bergulir pengembangan pasar tradisional masih kurang tertib sesuai dengan ketentuan.
  5. Dalam penunjukan/penetapan koperasi pelaksana program, khususnya pengelola bantuan perkuatan atau sejenisnya, agar terlebih dahulu dilakukan penataan kelembagaan terhadap koperasi calon pengelola bantuan perkuatan.
  6. Koperasi Pengelola bantuan dana bergulir perlu memiliki sistem administrasi yang lengkap sebagai dokumen yang dapat dipertanggungjawabkan untuk mengelola dana publik, maka dianjurkan koperasi pengelola bantuan dana bergulir pembangunan pasar tradisional agar memiliki buku-buku tersebut di atas.
  7. Pemanfaatan jasa atau bunga yang termuat dalam pasal 14 Juknis pelaksanaan bantuan perkuatan dana bergulir pembangunan pasar tradisional, maka dana dimaksud belum dapat dimanfaatkan oleh koperasi sebagaimana mestinya, juknis yang bermasalah tentang pengunduran diri dari anggota, dimana diminta ada petunjuk/persetujuan dari menteri tentang pelaksanaan pasal 14.
  8. Meningkatkan kemampuan managerial dan kompetensi SDM koperasi (anggota, pengurus, Badan Pengawas dan Karyawan Koperasi) untuk membangun komitmen, kapasitas dan tanggung jawabnya terhadap kegiatan koperasi pengelola pasar tradisional sesuai dengan fungsi dan peran masing-masing dalam managemen koperasi. Untuk itu perlu diintensifkan pelaksanaan bimbingan konsultasi, pendidikan dan latihan, diskusi temu usaha, pengendalian, monitoring dan evaluasi secara reguler oleh pejabat pembina koperasi. Kegiatan pembinaan ini difokuskan pada

VI. DAFTAR PUSTAKA
Anonim, (2007). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 199 2, Tentang Perkoperasian. Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Mengah R.I. Jakarta
-------------, (2008). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008, Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. R.I. Jakarta.
--------------, (2007). Peraturan Pemerintah R.I. Nomor : 9 Tahun 1995, Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam Oleh Koperasi. Kementerian Negara Koperasi dan UKM R.I. Jakarta.
-------------, (2007). Pembinaan Peningkatan Kualitas Pemberdayaan Kelembagaan Koperasi. Kementerian Negara Koperasi dan UKM, Deputi Bidang Kelembagaan Koperasi dan UKM. Jakarta.
--------------, (2004. Kamus Istilah Pemberdayaan Koperasi dan UKM. Kementerian Negara Koperasi dan UKM. Jakarta.
---------------, (2007). Peraturan Menteri Negara Koperasi dan UKM R.I. Nomor : 22/PER/M. KUKM/IV/2007, Tentang Pedoman Pemeringkatan Koperasi. Kementerian Negara Koperasi dan UKM. R.I. Jakarta.
Soediyono Reksoprayitno, (2000). Ekonomi Makro, Analis IS-LM dan Permintaan- Penawaran Agregatif. BPFE. Yokyakarta.
Halomoan Tamba, Saudin Sijabat, (2006). Pedagang kaki Lima : Entrepreneur Yang Terabaikan. Infokop No. 29 Tahun XXII 2006, Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK. Jakarta.
Saudin Sijabat, (2007). Pegadaian Versus Bank Umum (Menilai Profil Yang Potensial Untuk Menjadi Lembaga Perkreditan Rakyat). Infokop Volume 15 No. 2 Tahun 2007, Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK. Jakarta.
Saudin Sijabat, (2008). Potret Iklim Usaha Pemberdayaan UKMK. Infokop Volume 16 - September 2008, Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK. Jakarta.
Saudin Sijabat, (2008). Kajian Pengendalian Anggota pada Koperasi Dalam Rangka Peningkatan Kinerja Koperasi. Jurnal Pengkajian Koperasi dan UKM Volume 3 – September 2008, Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK. Jakarta.




Rabu, 10 Oktober 2012

Jurnal Ekonomi Koperasi 1

Review

Analisa Komparatif Antara Koperasi Simpan Pinjam (KSP) dan Koperasi Kredit (KOPDIT)*)

*) Kajian Kelompok Peneliti tahun 2008.
Artikel diterima 9 April 2009, Peer review 22 April s.d. 8 Juni 2009, review akhir 7 Juli 2009
**) Peneliti pada Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK (tim peneliti)

Oleh : 
Riana Panggabean**)

Abstrak
          Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk membandingkan Simpan Pinjam Koperasi (SLC) dan Kredit Koperasi (CC) dalam melaksanakan prinsip dasar koperasi. Hasil penilaian menunjukkan bahwa: 1) Ada perbedaan antara SLC dan CC dalam menerapkan prinsip-prinsip koperasi. Perbedaannya terletak pada penentuan persyaratan anggota pada prinsip koperasi pertama: Kewajiban Kerjasama) Pelaksanaan pendidikan pada prinsip koperasi kelima, b) horisontal dan vertikal dan implementasi interlending pada prinsip koperasi keenam, c) untuk membayar pajak tersebut sevent prinsip koperasi. 2) Apa yang benar-benar di bagian bawah itu (CC) lebih baik dalam menerapkan prinsip-prinsip kerjasama: a) Anggota adalah pemilik koperasi harus dilayani dengan baik, b) Pendidikan adalah fasilitas untuk meningkatkan kemampuan dan motivasi koperasi, c) Kerjasama antara CC merupakan instrumen saling membantu antara CC dan sumber daya dari peningkatan usaha di bidang jasa render kepada anggota, d) CC memiliki standar operasional yang jelas promosi.

Kata kunci : KSP dan Kopdit berbeda dalam implementasi prinsip koperasi, syarat anggota, pendidikan, kerjasama horisontal dan vertikal.

1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
          Ketika krisis ekonomi melanda di Indonesia, koperasi dapat bertahan dan bahkan berkembang, khususnya koperasi simpan pinjam. Koperasi simpan pinjam yang dikembangkan oleh Kementerian Negara Koperasi dan UKM ada dua bentuk yaitu (1) Koperasi Simpan Pinjam disebut KSP melaksanakan kegiatan usahanya hanya usaha simpan pinjam dan (2) Unit Usaha Simpan Pinjam disebut USP adalah unit usaha yang dibentuk dalam suatu koperasi sebagai bagian dari kegiatan usaha koperasi melakukan kegiatan usaha simpan pinjam (PP No 9 Thn 1995). Prinsip koperasi merupakan esensi dari dasar kerja koperasi sebagai badan usaha dan merupakan ciri khas dan jati diri koperasi yang membedakannya dari usaha lain. Yang dimaksud dengan prinsip-prinsip koperasi adalah (1) Keanggotaan sukarela dan terbuka, (2) Pengendalian oleh anggota secara demokratis, (3) Partisipasi ekonomi anggota, (4) Otonomi dan kebebasan, (5) Pendidikan dan pelatihan serta informasi, (6) Kerjasama antar koperasi dan (7) Kepedulian terhadap komunitas (Internasional Co-operative Alliance/ICA).

1.2 Tujuan dan Manfaat Kajian
         Tujuan kegiatan ini adalah membandingkan KSP dan kopdit dalam implementasi prinsip dasar koperasi.

1.3 Manfaat Kajian
         Sebagai bahan masukan bagi pengambil kebijakan/keputusan untuk pengembangan KSP dan kopdit lebih lanjut.

II. TINJAUAN KONSEP
          Sesuai dengan tujuan kegiatan ini yaitu membandingkan KSP dan kopdit dalam implementasi prinsip dasar koperasi. Perlu ditelusuri konsep prinsip-prinsip dasar koperasi, sesuai Undang-Undang Koperasi Nomor 25 Tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi dan Manajemen Operasional Koperasi Kredit. Hal ini dapat diuraikan sebagai berikut:

2.1 Prinsip-prinsip Koperasi
          Perincian prinsip-prinsip koperasi yang menjadi landasan operasional KSP dan kopdit dijelaskan sebagai berikut:
  1). Keanggotaan yang Bersifat Terbuka dan Sukarela
  2). Pengelolaan Dilakukan Secara Demokratis
  3). Anggota Berpartisipasi Dalam Kegiatan Ekonomi
  4). Adanya Otonomi dan Kemandirian
  5). Pendidikan, Pelatihan dan Penerangan
  6). Kerjasama Antara Koperasi
  7). Memiliki Kepedulian Terhadap Masyarakat

2.2 Koperasi Kredit
          Menurut Badan Koordinasi Koperasi Kredit Daerah (1996:7) pengertian kopdit adalah badan usaha yang dimiliki oleh sekumpulan orang dalam suatu ikatan pemersatu, bersepakat untuk menabungkan uang mereka sehingga menciptakan modal bersama guna dipinjamkan diantara sesama mereka dengan bunga yang layak serta untuk tujuan produktif dan kesejahteraan. Pengertian konsep ini dijelaskan sebagai berikut:
1). Badan Usaha
2). Dimiliki Oleh Sekumpulan Orang
3). Dalam Suatu Ikatan Pemersatu
     a). Lingkungan Kerja (Accupational Common Bond)
     b). Lingkungan tempat tinggal (Teritorial Commond Bond)
     c). Lingkungan Perkumpulan (Asosieson Commond Bond)
     d). Bersepakat Untuk Menabung Uang Mereka yang Disisihkan Dari Penghasilan
     e). Menciptakan Modal Bersama
     f). Dipinjamkan Diantara Sesama Mereka
     g). Bunga yang Layak
     h). Tujuan Produktif dan Kesejahteraan
     i). Tiga Pilar Koperasi Kredit Sebagai alat Pembangunan

2.3 Implementasi Konsep Prinsip Koperasi Menurut Koperasi Kredit
          Implementasi konsep prinsip koperasi pada kopdit (credit union) dituangkan dalam Manajemen Profesional Koperasi Kredit yang diterbitkan oleh Induk Koperasi Kredit pada Pebruari 2003, sebagai acuan bertindak untuk melaksanakan usaha simpan pinjam. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
1). Koperasi Kredit Dikendalikan oleh Anggota
2). Struktur yang Demokratis
3). Keanggotaan yang Terbuka dan Suka Rela
4). Pengendalian (control) Demokratis
5). Non Diskriminasi
6). Layanan kepada Anggota
7). Distribusi kepada Anggota
8). Membangun Stabilitas Keuangan
9). Tujuan Sosial
10). Pendidikan yang berkelanjutan

2.4 Peubah dan Indikator Kajian
          Untuk mencapai tujuan umum pada kajian ini diidentifikasi indikator yang diasumsikan mampu menjelaskan inplementasi pelaksanaan prinsip-prinsip koperasi pada kedua sasaran kajian yang akan dibedakan dalam kajian ini. Ketujuh prinsip tersebut dijadikan variabel dan dari variabel diidentifikasi indikatornya seperti pada Tabel 1.

III. METODE KAJIAN
3.1. Teknik Pengumpulan Data
       Teknik pengambilan data dilakukan dengan metode survey. Data dan informasi yang digunakan dalam kajian ini adalah data sekunder dan data primer.

3.2. Teknik Penetapan Sampel
1). Populasi dalam kajian ini adalah semua KSP dan kopdit yang ada di kabupaten lokasi kajian
2). Teknik penarik lokasi sampel dalam kajian ini dilakukan dengan metode purposive dengan ciri di kab/kodya yang bersangkutan terdapat KSP/USP dan kopdit yang sudah berjalan selama 5 tahun dan koperasi tersebut aktif
3). Teknik penarikan sampel KSP dan kopdit dilakukan secara purposive dengan ciri ciri KSP dan kopdit aktif melakukan usaha simpan pinjam
4). Lokasi kajian ini dilakukan di 4 (empat) provinsi: Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Bali
5). Jumlah sampel koperasi masing-masing kabupaten 2 KSP dan 2 kopdit. Responden masing koperasi 3 orang (1 orang pengurus/managemen dan dua orang anggota).

3.3. Teknik Analisis Data
1). Metode analisis yang digunakan dalam kajian ini menggunakan analisis kualitatif dan analisis kuantatif .
2). Analisis kualitatif dilakukan melalui teknik pembobotan dan skoring. Skor masing-masing koperasi dijumlah dan dibagi 100. Jumlah skoring masing-masing KSP/kopdit itulah yang menjadi pembeda antara KSP dengan kopdit, dijelaskan pada tabel 1 (lampiran 1).
3). Data sekunder profil KSP dan kopdit di tingkat kab/kota diolah dengan analisis pengujian varian satu jalur (one way anova) Uji ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan rata-rata untuk lebih dari dua kelompok sampel yang tidak berhubungan (DuwiPryanto, 2008).

IV. HASIL KAJIAN
4.1 Profil Responden KSP dan Kopdit
          Profil KSP dan kopdit dilihat dari (1) Jumlah anggota, (2) Jumlah nasabah, (3) Total Modal yang terdiri dari Modal sendiri dan modal luar, (4) Total asset dan (5) SHU. Hasil kajian menjelaskan bahwa jumlah rata-rata anggota pada 8 unit KSP responden sebanyak 1684 orang, Jumlah anggota terendah terdapat di Bali dan Jumlah anggota tertinggi terdapat di Jawa Barat. Sedangkan jumlah anggota 8 unit kopdit responden jauh lebih besar dibanding dengan jumlah anggota KSP yaitu sebanyak 7.039 atau empat kali lebih besar dari jumlah anggota KSP Jumlah anggota kopdit terbanyak terdapat di provinsi Sumut sebanyak 16.386 dan jumlah anggota terkecil terdapat di Jawa Barat.

4.2 Profil KSP dan Kopdit Tingkat Kabupaten/Kota
          Memperkuat hasil diskriftip diatas, hasil analisis one way anova pada Tabel 2, menjelaskan, bahwa kopdit dan KSP berbeda secara signifikan dalam kriteria Jumlah Anggota, Modal Sendiri, Modal Luar, Modal Pemerintah dan SHU (Sig. < 0.05). Dimana kopdit memiliki nilai lebih besar dalam kriteria-kriteria tersebut dibandingkan dengan KSP sedangkan dalam kriteria Total Aset tidak berbeda secara signifikan antara kopdit dengan KSP (Sig. = 0.127).

4.3 Implementasi Prinsip-Prinsip Koperasi
          Hasil kajian implementasi prinsip-prinsip koperasi pada KSP dan kopdit di provinsi Sumatera Utara, Jawa Barat, Bali dan Kalimantan Barat menjelaskan bahwa nilai skor penerapan prinsip-prinsip koperasi pada KSP dan kopdit adalah nilai skor KSP sebesar 73,356 dan kopdit 89,94. Artinya, adalah bahwa KSP dalam mengimplementasi prinsip prinsip koperasi lebih lemah dibanding dengan kopdit.
1). Keanggotaan Sukarela dan Terbuka
2). Pengendalian oleh Anggota Secara Demokratis
3). Partisipasi Ekonomi Anggota
4). Otonomi dan Kemandirian
5). Pendidikan dan Pelatihan
6). Kerjasama Diantara Koperasi
7). Kepedulian Terhadap Komunitas

V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
      Dari penjelasan diatas kesimpulan kajian ini adalah:
    1). Ada perbedaan antara KSP dan kopdit dalam mengimplementasikan prinsip-prinsip koperasi, Perbedaannya terletak pada: (a) Penetapan persyaratan anggota pada prinsip koperasi pertama, (b) Pelaksanaan pendidikan pada prinsip koperasi kelima, (c) Kerjasama horizontal, vertikal dan pelaksanaan interlending pada prinsip ke-6 dan; (d) Kewajiban membayar pajak pada prinsip koperasi ke-7.
     2). Penyebab kopdit lebih baik mengimplementasikan prinsip koperasi: (a) Anggota adalah pemilik koperasi yang perlu dilayani dengan sebaik-baiknya, (b) Pendidikan adalah suatu sarana meningkatkan kemampuan dan motivasi berkoperasi, (c) Kerjasama antar kopdit merupakan wahana saling membantu antar kopdit dan sumber peningkatan usaha dalam meningkatkan pelayanan kepada anggota, (d) Kopdit memiliki standar operasional pembinaan yang jelas.5.2 Saran-Saran
Dari kesimpulan di atas ada beberapa saran yang diusulkan dalam kajian ini yaitu:
1). KSP perlu membuat persyaratan anggota yang lebih teknis operasional sehingga anggota KSP lebih terseleksi pada kualitas,
2). Pendidikan pada anggota dan pengelola KSP perlu dilakukan secara teratur dan konsisten
3). KSP perlu melakukan kerja sama secara horizontal, vertikal dan mengadakan interlending keuangan
4). KSP perlu membangun Pusat KSP ditingkat Kabupaten atau untuk beberapa KSP primer yang berfungsi untuk mengkoordinasikan kepentingan KSP-KSP baik dalam usaha dan keuangan,
5). KSP perlu membuat Standar Operasinal Pelaksanaan KSP seperti kopdit.

VIDAFTAR PUSTAKA
-------------------, (1992). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 199 2 Tentang Perkoperasian. Biro Hukum dan Organisasi Departemen Koperasi. Jakarta.
------------------, (2004). Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 199 5 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi. Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil, dan Menengah Republik Indonesia. Jakarta.
Duwi Pryanto, (2008). Mandiri Belajar SPSS. Media Kom. Yogyakarta.
International Co-operative Alliance, (2001). Jatidiri Koperasi. ICA Co-operative Identity Statement Prinsip-prinsip Koperasi Untuk Abad Ke-21 Terjemahan Pengantar Ibnoe Soedjono. LSP2I.
Muhammad Yunus, (2007). Bank Kaum Miskin. Kisah Yunus dan Grameen Bank Memerangi Kemiskinan).  PT. Batu Merah.

*) Kajian Kelompok Peneliti tahun 2008.
Artikel diterima 9 April 2009, Peer review 22 April s.d. 8 Juni 2009, review akhir 7 Juli 2009
**) Peneliti pada Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK (tim peneliti).