Masih
damaikah kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia pada zaman sekarang?
Ada pernyataan yang menyebutkan bahwa kedamaian suatu negara bisa dilihat dari
pelaksanaan hukum yang berlaku. Dengan kata lain, baik buruknya pelaksanaan
hukum di suatu negara bisa menjadi cermin dari damai tidaknya kehidupan di
negara tersebut.
Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia, hukum berarti peraturan atau adat yang secara resmi
dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah. Hukum bisa
juga berarti undang-undang, peraturan, dan sebagainya yang mengatur pergaulan
hidup masyarakat. Ada pula pengertian lain dari hukum yaitu keputusan yang
ditetapkan oleh hakim.
Berdasarkan
berbagai definisi tentang hukum, bisa kita simpulkan bahwa Indonesia pun
memiliki hukum. Namun bisa kita lihat sendiri bahwa kondisi hukum di Indonesia
saat ini lebih banyak menuai kritikan daripada pujian. Kritikan-kritikan itu
mengarah pada penegakkan hukum, kesadaran hukum, dan kualitas hukumnya. Hukum
yang seharusnya bisa menjadi penegak keadilan bagi masyarakat masih belum bisa
difungsikan sebagaimana mestinya. Banyak berbagai praktek negatif layaknya
racun atau virus yang menyertai pelaksanaan hukum itu sendiri. Dampaknya, hukum
di Indonesia terlihat lemah dan statusnya pun terancam.
Lebih dari pada
itu, hukum yang dibuat sebagai jembatan pelaksanaan keadilan sudah tidak
relevan lagi karena adanya berbagai penyimpangan dan diskriminatif di dalamnya.
Penyimpangan dan diskriminatif peradilan ini menjadikan hukum seperti jaring
laba-laba yang hanya mampu menjerat yang lemah tetapi akan robek jika menjerat
yang kuat dan kaya. Ketika orang biasa dan tidak mempunyai jabatan melakukan
pelanggaran hukum, seperti Hamdani yang mencuri sandal jepit bolong milik
perusahaan tempat ia bekerja, atau seorang nenek yang mencuri singkong karena
kelaparan langsung ditangkap dan dijatuhi hukuman seberat-beratnya.
Sebaliknya,
seorang pejabat negara yang melakukan korupsi masih bisa tetap bebas
berkeliaran. Kasus-kasus hukum yang menimpa orang-orang berjabatan tinggi dan
memiliki kekuasaan sebagai terdakwa atau tersangkanya seakan ditangani dengan
berbelit-belit dan terkesan ditunda-tunda hingga akhirnya tidak ada keputusan
yang jelas. Seperti itulah gambaran tentang kondisi penegakkan hukum di
Indonesia.
Dengan
demikian, jelaslah bahwa pelaksanaan hukum yang seperti itu sama halnya dengan
merobohkan tiang penyangga hukum dan pada akhirnya akan meruntuhkan bahkan
menjatuhkan keadilan yang menjadi tujuannya. Apakah kita semua bisa merasakan
dampak dari keruntuhan itu? Bisakah kita lihat di kehidupan nyata? Saya yakin
bahwa semua masyarakat Indonesia pasti bisa merasakan juga melihat kenyataannya
bahwa hukum di sini bukan lagi hukum namun seperti racun pembunuh bagi orang-orang
yang tidak mempunyai penawarnya. Orang-orang yang lemah hanya bisa pasrah
sementara orang-orang yang kuat tak pernah menyerah. Mereka semakin memperkuat
diri justru dengan memanfaatkan hukum yang sudah bisa ‘dibeli’ dengan kekayaan
mereka. Lantas hukum macam apa yang dimiliki Indonesia saat ini? Masih
pantaskah hukum itu disebut hukum jika sudah tidak murni dan tidak bisa
difungsikan sebagaimana mestinya?
Rapuhnya hukum
di Indonesia saat ini menunjukan rapuhnya moral masyarakatnya. Jikalau
masyarakat memiliki kesadaran hukum, maka tak mungkin norma-norma saat ini
bergeser kepada rasa egoisme dan individual. Selain itu, nilai-nilai keadilan
akan tetap terjaga dan bisa mencegah tindakan anarkis dan kekerasan yang banyak
terjadi saat ini. Tentu setiap masalah bisa dengan mudah diselesaikan dengan
jalan musyawarah untuk mufakat seperti yang terkandung dalam Pancasila. Lebih
lanjut, penegakkan hukum pun bisa lebih terkendali dan berjalan sebagaimana
mestinya.
Singkatnya,
cara untuk menguatkan hukum di Indonesia yang semakin rapuh ini adalah
menutrisi hukum dan semua komponen terkait dengan hal-hal positif yang bisa
memulihkan serta membawanya ke jalan yang benar. Hal-hal itu bisa kita mulai
dengan meningkatkan kesadaran hukum aparat serta masyarakat guna menegakkan
hukum dan moral dengan baik. Disamping itu, penting juga untuk mengubah
peraturan perundang-undangan yang saat ini masih lebih merefleksikan
kepentingan politik penguasa dibanding kepentingan rakyat. Meningkatkan
kelancaran proses penegakkan hukum dengan menambah sarana dan prasarananya pun
menjadi salah satu komponen yang penting.
Memang bukan
hal yang mudah untuk memperbaiki hukum yang sudah terlanjur rusak kemudian
mempertahan kekuatannya agar tidak kembali rapuh. Meskipun demikian, pasti
selalu ada celah untuk meruntuhkan keburukan yang sedang menimpa hukum dan
membangun kebaikan demi tegakknya hukum dan keadilan di Indonesia karena hukum
bernilai bukan hanya karena itu hukum, melainkan karena ada kebaikan di
dalamnya.
Sumber : http://hukum.kompasiana.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar