Menurut
rencana, beberapa wilayah di DKI pada pertengahan Oktober lalu akan
mengujicobakan pemberlakuan jam malam bagi pelajar, yaitu larangan bagi pelajar
keluar malam mulai pukul 19.00. Konon kebijakan ini belajar dari peristiwa
kecelakaan di tol Jagorawi yang melibatkan AQJ. Selanjutnya kebijakan yang
digagas Pemda DKI ini didukung berbagai kalangan, karena melihat keadaan para
pelajar yang sering keluyuran malam tanpa alasan yang jelas. Walaupun
pemberlakuan aturan ini berdampak positif, dampak negatifnya juga ada. Dalam
tulisan ini saya coba mengurainya.
Untuk diketahui bahwa jam sekolah para pelajar kita pada
saat ini sangatlah padat. Mereka kadang kala ada yang sekolah sampai jam 16.00
karena mereka juga mengikuti pelajaran tambahan. Hal ini tentu sangat membatasi
pelajar untuk bisa bergaul di lingkungan masyarakat. Sesampai di rumah, mereka
kecapekan. Ditambah lagi dengan adanya aturan ini, kesempatan mereka
bersosialisasi dengan masyarakat sekitar makin berkurang. Artinya, secara tidak
sengaja aturan ini telah membatasi anak untuk dapat mengembangkaan modal
sosialnya. Fukuyama dalam Ramdhani (2012) mendifinisikan modal sosial sebagai
“the ability of people to work together for common purposes in group and in organization.”
Pertanyaannya bagaimana pelajar mendapatkan modal sosial jika mereka tidak
punya cukup waktu untuk berbaur dengan masyarakat sekitarnya?
Sementara untuk dapat modal sosial anak mestinya berbaur dan
bercengkerama dengan teman sebaya atau masyarakat di sekitar lingkungannya.
Dengan cara itulah terbentuk kedekatan berupa tali silaturahmi antara pelajar
dengan masyarakat di lingkungan. Bukankah salah satu permasalahan besar yang
sering terjadi pada pelajar saat ini adalah tawuran? Ini mengindikasikan
pemahaman tentang kerukunan antara pelajar satu sekolah dengan sekolah lainnya
masih kurang. Dapat diduga juga ini bermuara pada rendahnya modal sosial yang
dimiliki oleh para pelajar itu. Kemudian, patut disadari pula bahwa dengan
membatasi pelajar tidak keluar malam makin mempersempit ruang sosial bagi
mereka untuk tumbuh dan berkembang. Bukankah makna sosial itu kebersamaan?
Modal sosial ini penting bagi kehidupan dan masa depan mereka, terutama
berkaitan dengan kerukunan. Kerukunan bisa terwujud apabila adanya rasa saling
memahami setiap individu yang berbeda atau beragam.
Adanya rasa saling memahami akan melahirkan sebuah
kepercayaan dan keakraban di antara mereka. Kemudian, pelajar perlu juga
mengenal lingkungan secara lebih dekat. Jika di sekolah mereka menemukan teman
sepergaulan yang sebaya maka di lingkungan masyarakat beraneka warna tingkah
laku manusia yang mereka jumpai, mulai tingkah laku baik hingga orang yang
berperangai buruk. Dari sinilah akan terlahir kecermatan seorang pelajar memilah
dan memilih teman sehingga mereka tahu dunia nyata. Namun jika ada pembatasan
waktu bagi mereka untuk keluar nantinya bisa mengakibatkan kesempatan pelajar
untuk menambah modal sosial semakin berkurang sebab mereka tidak terbiasa
bergaul. Ini tentu saja tidak baik dan merugikan untuk perkembangan pelajar ke
depan.
Masalah lainnya yang timbul dengan pemberlakuan aturan ini
adalah bagaimana nantinya misalnya ada pelajar mempunyai tugas sekolah yang
harus dikerjakan dengan mengunakan internet. Sementara orang tua mereka tidak
mempunyai kemampuan untuk mengadakan fasilitas internet di rumah. Tentunya
mereka harus ke warnet. Jadi, dengan adanya aturan ini pelajar tidak bisa
melakukan tugas seperti itu. Harus dipahami pula sekolah pada saat ini tidak
mungkin hanya mengandalkan satu sumber saja misalnya buku. Bukan tidak mungkin
juga tugas sekolah (PR) yang harus dikerjakan secara online.
Yang tak kalah penting, bagaimana pula jika ada pelajar yang
mempunyai kelompok-kelompok diskusi atau kelompok olahraga yang biasanya
melakukan kegiatannya pada malam hari? Tentu mereka juga harus mengurungkan
niatnya dengan adanya aturan ini. Jadi, pelajar juga membutuhkan ruang untuk
bergerak. Karena sesuatu aturan yang diterapkan tanpa mendengar keluh kesah
mereka akan berakibat pada pembangkangan dalam diri mereka. Artinya, disiplin
dari luar dan penerapan aturan yang dipaksakan tidak akan bertahan lama dan
mendarah daging bagi seorang pelajar.
Untuk itu, menjadikan pelajar sebagai generasi penerus yang
berguna bagi bangsa dan negara tentunya menjadi tanggung jawab kita semua.
Namun dalam menjadikan mereka orang yang berguna dan bermanfaat juga tidak
boleh pula mengabaikan hak-hak mereka. Ini pun harus menjadi pertimbangan bagi
pembuatan kebijakan aturan jam malam ini. Artinya, dalam membuat rencana
pemberlakuan jam malam bagi pelajar ini harus ada sebuah kebijakan yang tidak
merugikan bagi pelajar. Itu karena belum tentu setiap pelajar yang keluar malam
akan melakukan kegiatan yang negatif bisa saja mereka akan melakukan aktivitas
yang bermanfaat.
Oleh karena itu, harapannya aturan yang akan diterapkan ini
nantinya tidak kaku dan tidak pula menyeramkan bagi pelajar. Perlu sebuah
kebijaksanaan dan solusi yang memihak mereka agar hak-hak pelajar dalam
mengembangkan bakat dan minatnya tidak dirampas.
(Sumber
: shnews.co)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar