Minggu, 10 November 2013

Subsidi BBM



Besarnya kebutuhan energi telah disepakati sebagai bentuk (1) konsumsi masyarakat, baik bagi keperluan hidup dasar ataupun untuk menikmati kelebihan pendapatannya; (2) produktivitas proses produksi di industrinya; (3) perputaran kegiatan jasa; dan (4) untuk memfasilitasi mobilitas warga.

Telah diketahui pula bahwa besarnya tarif yang diberlakukan untuk energi berlainan pada tiap negara. Baik karena faktor harga sumber energi, pengolahan dan jaraknya maupun karena kebijakan tiap negara. Kebijakan ini merupakan pilihan prioritas. Ada yang memilih memanjakan masyarakatnya dengan energi yang murah, sebaliknya ada yang memberikan tarif tinggi untuk konsumsi karena biaya energi makin mahal seraya mengingatkan agar pandai-pandailah berhemat energi. Untuk tarif bagi industri dan jasa komersial seharusnya semua sepakat bahwa dalam kompetisi global sekarang ini harus betul-betul bersaing dan sekaligus membuktikan tanpa disubsidi.


Porsi minyak sebagai bahan baku energi di negeri kita adalah sebesar 41,45 %. Dari jumlah itu, 18 % nya digunakan untuk transportasi dan 7 % untuk pembangkit listrik. Dalam menyikapi kenaikan harga minyak sudah banyak yang mengupas dan mengulas apakah subsidi BBM untuk masyarakat dipertahankan, dihapus sama sekali atau dengan kebijakan ‘separuh kopling’. Memutuskan yang terakhir ini menjadi sangat rumit karena menyangkut situasi/kondisi politik, kriteria, asumsi simulasi dan proses persetujuan yang semuanya memerlukan faktor waktu. Kadang-kadang seperti hampir diputuskan namun sampai tulisan ini diketik masih belum ada hitung mundurnya.

Ketidakpastian ini memunculkan paling tidak 2 kerugian. Pertama, sudah mengkibatkan berbagai kenaikan harga yang sudah sering dikeluhkan masyarakat. Hanya para cerdik pandai ekonomi yang bisa menjelaskannya. Kedua, kerugian tidak berkembangnya situasi riset, inovasi dan kreativitas dan investasi untuk mengomersialkan sumber energi lain.

Yang ini pekerjaan para insinyur. Sulit membayangkan dengan selisih biaya yang demikian besar akan muncul kalkulasi kelayakan dari riset, pengembangan dan mencapai titik komersialnya . Bisa jadi lemari dana untuk riset sudah langsung dikunci rapat-rapat. Apalagi bila mengharapkan turunnya dana investasi dari kalangan lembaga keuangan. Kerugian yang kedua tadi bisa melemahkan posisi para insinyur kita dibandingkan insinyur negara lain karena menjadi tidak bersaing di posisi harga BBM yang sama. Hilang kesempatan berlomba menemukan substitusi energi yang lebih efisien, hilang peluang mengembangkan kelayakan yang artinya berproses, bersimulasi dan menemukan cabang-cabang kemungkinan baru yang lain dari potensi yang kita miliki.

Tentu saja kita tidak berharap terjadi hambatan terhadap proses kreatif para insinyur. Mulai dari pendidikan di sekolah tinggi teknik hingga mengembangkan kompetensinya, insinyur dimaksudkan dapat memberi solusi atas masalah yang selalu akan muncul. Dalam situasi subsidi inipun, kreativitas insinyur tidak boleh merasa terkendala oleh kebijakan pemerintah. Mungkin di tingkat nasional disparitas harga BBM ini menjadi hambatan tapi dalam tatanan global sekarang ini insinyur kita bisa saja melakukan kreasinya di belahan bumi yang lain. Harga tanpa subsidi di berbagai negara lain sesungguhnya merupakan peluang bagi insinyur kita.

Kecemasan akan munculnya brain drain selalu ada. Tetapi China dan India, adalah contoh bagaimana mereka mengembangkan teknologinya sehingga digunakan oleh negara maju seperti Amerika Serikat. Ada animator di tanah air yang kreativitasnya dimanfaatkan oleh negara lain. Ada rekan yang tengah menuntaskan uji komersial teknologi coal upgrading-nya dan berbagai perusahaan global telah menyampaikan minatnya untuk bekerja sama. Jadi insinyur tidak usah ikut menunggu pertunjukan tarik ulur subsidi BBM berakhir. Tatanan global sekarang ini harus bisa dijadikan peluang. Perbedaan harga komoditi boleh dijadikan peluang oleh pedagang, namun perbedaan efisiensi proses teknologi sebenarnya adalah peluang bagi insinyur kita.


(Sumber : inspirasi-insinyur.com) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar