Minggu, 10 November 2013

Dampak Pemberlakuan Jam Wajib Belajar


Menurut rencana, beberapa wilayah di DKI pada pertengahan Oktober lalu akan mengujicobakan pemberlakuan jam malam bagi pelajar, yaitu larangan bagi pelajar keluar malam mulai pukul 19.00. Konon kebijakan ini belajar dari peristiwa kecelakaan di tol Jagorawi yang melibatkan AQJ. Selanjutnya kebijakan yang digagas Pemda DKI ini didukung berbagai kalangan, karena melihat keadaan para pelajar yang sering keluyuran malam tanpa alasan yang jelas. Walaupun pemberlakuan aturan ini berdampak positif, dampak negatifnya juga ada. Dalam tulisan ini saya coba mengurainya. 

Untuk diketahui bahwa jam sekolah para pelajar kita pada saat ini sangatlah padat. Mereka kadang kala ada yang sekolah sampai jam 16.00 karena mereka juga mengikuti pelajaran tambahan. Hal ini tentu sangat membatasi pelajar untuk bisa bergaul di lingkungan masyarakat. Sesampai di rumah, mereka kecapekan. Ditambah lagi dengan adanya aturan ini, kesempatan mereka bersosialisasi dengan masyarakat sekitar makin berkurang. Artinya, secara tidak sengaja aturan ini telah membatasi anak untuk dapat mengembangkaan modal sosialnya. Fukuyama dalam Ramdhani (2012) mendifinisikan modal sosial sebagai “the ability of people to work together for common purposes in group and in organization.” Pertanyaannya bagaimana pelajar mendapatkan modal sosial jika mereka tidak punya cukup waktu untuk berbaur dengan masyarakat sekitarnya? 

Sementara untuk dapat modal sosial anak mestinya berbaur dan bercengkerama dengan teman sebaya atau masyarakat di sekitar lingkungannya. Dengan cara itulah terbentuk kedekatan berupa tali silaturahmi antara pelajar dengan masyarakat di lingkungan. Bukankah salah satu permasalahan besar yang sering terjadi pada pelajar saat ini adalah tawuran? Ini mengindikasikan pemahaman tentang kerukunan antara pelajar satu sekolah dengan sekolah lainnya masih kurang. Dapat diduga juga ini bermuara pada rendahnya modal sosial yang dimiliki oleh para pelajar itu. Kemudian, patut disadari pula bahwa dengan membatasi pelajar tidak keluar malam makin mempersempit ruang sosial bagi mereka untuk tumbuh dan berkembang. Bukankah makna sosial itu kebersamaan? Modal sosial ini penting bagi kehidupan dan masa depan mereka, terutama berkaitan dengan kerukunan. Kerukunan bisa terwujud apabila adanya rasa saling memahami setiap individu yang berbeda atau beragam. 

Adanya rasa saling memahami akan melahirkan sebuah kepercayaan dan keakraban di antara mereka. Kemudian, pelajar perlu juga mengenal lingkungan secara lebih dekat. Jika di sekolah mereka menemukan teman sepergaulan yang sebaya maka di lingkungan masyarakat beraneka warna tingkah laku manusia yang mereka jumpai, mulai tingkah laku baik hingga orang yang berperangai buruk. Dari sinilah akan terlahir kecermatan seorang pelajar memilah dan memilih teman sehingga mereka tahu dunia nyata. Namun jika ada pembatasan waktu bagi mereka untuk keluar nantinya bisa mengakibatkan kesempatan pelajar untuk menambah modal sosial semakin berkurang sebab mereka tidak terbiasa bergaul. Ini tentu saja tidak baik dan merugikan untuk perkembangan pelajar ke depan. 

Masalah lainnya yang timbul dengan pemberlakuan aturan ini adalah bagaimana nantinya misalnya ada pelajar mempunyai tugas sekolah yang harus dikerjakan dengan mengunakan internet. Sementara orang tua mereka tidak mempunyai kemampuan untuk mengadakan fasilitas internet di rumah. Tentunya mereka harus ke warnet. Jadi, dengan adanya aturan ini pelajar tidak bisa melakukan tugas seperti itu. Harus dipahami pula sekolah pada saat ini tidak mungkin hanya mengandalkan satu sumber saja misalnya buku. Bukan tidak mungkin juga tugas sekolah (PR) yang harus dikerjakan secara online. 

Yang tak kalah penting, bagaimana pula jika ada pelajar yang mempunyai kelompok-kelompok diskusi atau kelompok olahraga yang biasanya melakukan kegiatannya pada malam hari? Tentu mereka juga harus mengurungkan niatnya dengan adanya aturan ini. Jadi, pelajar juga membutuhkan ruang untuk bergerak. Karena sesuatu aturan yang diterapkan tanpa mendengar keluh kesah mereka akan berakibat pada pembangkangan dalam diri mereka. Artinya, disiplin dari luar dan penerapan aturan yang dipaksakan tidak akan bertahan lama dan mendarah daging bagi seorang pelajar. 

Untuk itu, menjadikan pelajar sebagai generasi penerus yang berguna bagi bangsa dan negara tentunya menjadi tanggung jawab kita semua. Namun dalam menjadikan mereka orang yang berguna dan bermanfaat juga tidak boleh pula mengabaikan hak-hak mereka. Ini pun harus menjadi pertimbangan bagi pembuatan kebijakan aturan jam malam ini. Artinya, dalam membuat rencana pemberlakuan jam malam bagi pelajar ini harus ada sebuah kebijakan yang tidak merugikan bagi pelajar. Itu karena belum tentu setiap pelajar yang keluar malam akan melakukan kegiatan yang negatif bisa saja mereka akan melakukan aktivitas yang bermanfaat. 

Oleh karena itu, harapannya aturan yang akan diterapkan ini nantinya tidak kaku dan tidak pula menyeramkan bagi pelajar. Perlu sebuah kebijaksanaan dan solusi yang memihak mereka agar hak-hak pelajar dalam mengembangkan bakat dan minatnya tidak dirampas.

(Sumber : shnews.co)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar