Menyambut tahun baru 2014, PT Pertamina sudah
menyiapkan “kado” pembuka tahun yang dibungkus dalam bentuk kenaikan harga gas
elpiji untuk tabung 12 kg. Rencana kenaikan harga elpiji tersebut sudah
digaungkan Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan, meski besarannya masih
dirahasiakan, pada awal pekan ini. Karen berkilah kenaikan harga elpiji yang
tertunda-tunda itu masih dievaluasi antara setengah harga keekonomian hingga
mencapai harga keekonomian. Beranikah pemerintah memberi lampu hijau Pertamina?
Manajemen perusahaan minyak dan gas(migas) milik negara itu jangan terlalu
berharap melihat kondisi makro ekonomi yang masih morat-marit belakangan ini.
Mendengar
saja rencana Pertamina mendongkrak harga elpiji tahun depan, kalangan pelaku
usaha langsung bereaksi keras. Pengusaha meminta pemerintah untuk tidak
menambah beban awal tahun yang sudah dijejali berbagai penyesuaian yang
memberatkan mulai dari kenaikan upah minum regional (UMR) sekitar 10% hingga
15% serta fluktuasi rupiah yang semakin sulit diprediksi. Sebagai badan usaha,
manajemen Pertamina menyatakan kenaikan kurs rupiah terhadap dolar Amerika
Serikat (AS) juga berpengaruh terhadap kinerja perusahaan sebagai distributor
elpiji nonsubsidi.
Untuk
tahun ini, kerugian yang dibukukan dalam mengurus elpiji 12 kg diprediksi bisa
mencapai Rp6 triliun menyusul posisi rupiah yang semakin tertekan oleh dolar AS
dan sempat menyentuh level Rp12.000/USD beberapa hari lalu. Selama ini,
perusahaan pelat merah itu memberikan subsidi pada elpiji 12 kg sebesar
Rp5.100/kg dari harga seharusnya sekitar Rp10.000/kg. Pertamina mengeluarkan
subsidi sekitar Rp61.200/tabung.
Dalam
setahun, sebagaimana data yang dipublikasi, pihak Pertamina menyalurkan tak
kurang dari 900.000 ton elpiji ukuran 12 kg kepada masyarakat pemakaielpiji.
Untuk memenuhi pasokan elpiji yang sudah menjadi kebutuhan sehari-hari
masyarakat itu, BUMN migas tersebut mengimpor sekitar 50% dari kebutuhan dalam
negeri yang dipasok dari Arab Saudi lewat perusahaan migas Saudi Aramco.
Karena
itu, wajar saja bila manajemen Pertamina seperti kebakaran jenggot ketika
rupiah semakin tak berdaya menghadapi keperkasaan dolar AS dalam sepekan ini
dan berharap pemerintah segera menyalakan lampu hijau untuk menaikkan harga
elpiji 12 kg yang nonsubsidi. Sebelumnya, pihak Pertamina sudah berusaha
menekan kerugian melalui kebijakan yang membebankan biaya distribusi elpiji 12
kg kepada konsumen.
Kebijakan
yang khusus dikenakan pada konsumendi Pulau Jawa itu besarannya sekitar Rp3.600
hingga Rp7.200 sehingga berpengaruh pada harga elpiji 12 kg antara Rp88.600
hingga Rp92.200/tabung terhitung sejak 1 Desember lalu. “Kebijakan itu tidak
mengubah komposisi harga elpiji 12 kg. Memang beban harga bertambah sekitar
Rp300 hingga Rp600/kg karena biaya distribusi,” ungkap Direktur Niaga dan
Distribusi Pertamina Hanung Budya kemarin.
Biaya
distribusi yang sepenuhnya ditanggung konsumen hanya memberikan penghematan
kepada Pertamina sebesar Rp30 miliar. Untuk menutup kerugian atas penjualan
elpiji nonsubsidi yang sudah berlangsung sejak 2008 itu, Pertamina meluncurkan
elpiji premium yang diperuntukkan bagi masyarakat kelas menengah yang memiliki
daya beli tinggi. Elpiji premium yang dilabeli Bright Gas ini dilepas
dengan harga hampir dua kali lipat dari elpiji 12 kg tabung biru.
Meski
memiliki berbagai keunggulan, misalnya dilengkapi dua katup pengaman yang bisa
meminimalkan kebocoran gas, produk ini tetap tak dilirik konsumen. Program
elpiji premium tersebut melawan arus dengan disparitas harga yang jomplang.
Nasib Bright Gas ibarat menggarami air laut. Seharusnya manajemen Pertamina tak
perlu risau bila pemerintah tetap bersikukuh tidak membuka katup harga elpiji
12 kg.
Memang,
sebagai perusahaan tentunya Pertamina wajib berorientasi profit, tetapi jangan
lupa Pertamina juga dibebani tugas negara yang tidak kalah penting dari
pemerintah sebagai pemilik. Yang penting masyarakat tahu bahwa kerugian yang
dialami Pertamina sepanjang tahun dengan nilai triliunan tersebut bukan
disebabkan kecerobohan dan kebodohan manajemen dalam mengelola perusahaan. Memang
ada pertanyaan menggantung bahwa subsidi yang dikeluarkan Pertamina sebagian
dinikmati pihak yang tidak tepat.
Sumber : Sindonews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar