Para pengguna
jalan tol dalam kota Jakarta siap-siap merogoh kocek lebih dalam lagi. Tinggal
dua hari lagi sejumlah ruas jalan tol segera disesuaikan tarifnya alias tarif
dinaikkan, tepatnya pada 5 Desember mendatang. Payung hukum kenaikan jalan
bebas hambatan tersebut sudah dibubuhi tanda tangan oleh Menteri Pekerjaan Umum
Djoko Kirmanto akhir November lalu, menyusul rekomendasi dari Badan Pengatur
Jalan Tol (BPJT) selaku regulator yang menilai ruas jalan tol
Cawang-Tomang-Pluit dan Cawang-Tanjung Priok-Ancol Timur-Jembatan Tiga sudah
memenuhi standar pelayanan minimal (SPM). Tarif kenaikan jalan tol dalam kota
Jakarta rata-rata sebesar Rp1.000 hingga Rp2.000, bergantung tarif golongan
kendaraan yang sudah menjadi standar pelayanan operator jalan tol.
Seharusnya
kenaikan tarif tol dalam kota Jakarta sudah diberlakukan sejak Oktober lalu
seiring kenaikan tarif 13 ruas tol lain. Karena belum memenuhi SPM, kenaikan
tarif tol dalam kota sepanjang 50,6 kilometer (km) ditangguhkan. Pada 5 Desember
mendatang operator pengelola jalan tol dalam kota baru mendapat lampu hijau
untuk menaikkan tarif. Setiap kenaikan tarif jalan tol yang pertama dikritisi
masyarakat bukan soal besaran tarif yang disesuaikan, melainkan standar
pelayanan operator yang dinilai tidak layak untuk menaikkan tarif.
Sorotan pertama
pasti pada persoalan macet di dalam ruas tol. Jalan tol yang sejatinya bebas
hambatan alias lancar malah terkadang mengalami kemacetan dan lalu lintas di
jalan reguler (nontol) lebih lancar. Fakta tersebut seringkali melahirkan
celoteh pengguna jalan tol begini, ”Kita masuk jalan bebas hambatan untuk
membeli kemacetan”. Operator tidak perlu tersinggung sebab faktanya memang
demikian. Apalagi penyebab kemacetan dalam ruas tol sangat dipengaruhi oleh kondisi
jalan di luar tol.
Apa sajakah
kriteria SPM yang harus dipenuhi operator jalan tol sebelum direstui pemerintah
untuk menaikkan tarif? Terdapat lima kriteria SPM yang sudah ditetapkan BPJT. Pertama, kondisi jalan termasuk
kekesatan jalan jangan sampai terlalu licin. Kedua, kecepatan tempuh rata-rata. Berdasarkan Peraturan Menteri
(Permen) PU No 392 /PRT/M/2006, kecepatan tempuh rata-rata sekitar 1,6 kali
kecepatan tempuh rata-rata di luar jalan tol. Ketiga, kecepatan transaksi. Keempat,
persoalan mobilitas menyangkut kendaraan derek. Kelima, masalah keselamatan yang terkait kelengkapan rambu, marka
jalan, dan lampu penerangan jalan. Keenam,
unit pertolongan seperti ambulans dan patroli polisi.
Ternyata apa
yang dikeluhkan para pengguna jalan tol soal kemacetan memang tidak masuk dalam
kriteria SPM. Masalah kemacetan menurut versi BPJT termasuk sulit untuk
menetapkan kriterianya sebab jalan tol bagian dari sistem jaringan jalan. Kalau
terjadi kemacetan parah di luar jalan tol, akan berimbas di dalam jalan tol.
Untuk urusan macet jalan dalam kota, PT Jasa Marga Tbk sebagai salah satu
operator mengaku tak bisa berbuat apaapa.
Apalagi
persoalan kemacetan bukanlah wewenang dan tugas perusahaan pelat merah itu.
Namun, Jasa Marga mengaku bukan berarti diam tidak melakukan langkah solutif
misalnya bantuan traffic information center, melalui call center, sosial media,
hingga papan informasi di depan pintu tol. Operator jalan tol milik pemerintah
tersebut juga gerah dengan kemacetan yang menyumbat tol sebab berdampak
langsung pada isi pundipundi Jasa Marga.
Manajemen BUMN
bidang jalan tol itu mengistilahkan kemacetan adalah musibah. Tetapi, masih
mendingan Jasa Marga masih bisa menikmati kenaikan tarif daripada pengguna tol
mengorek kocek lebih dalam, namun menuai kemacetan. Sebenarnya solusi mengatasi
permasalahan kemacetan jalan tol dan nontol dalam kota Jakarta sudah diketahui
bersama yakni menambah jalan dan memperbaiki transportasi publik. Rasio jalan
terhadap wilayah Jakarta masih sangat rendah baru sekitar 7,13%, bandingkan
dengan Tokyo dan New York yang mencapai 20%.
Anehnya, bila
bicara soal penambahan jalan dan transportasi massal di Jakarta, yang mengemuka
adalah perdebatan panjang yang tak berarah. Untungnya, Gubernur DKI Jakarta
Jokowi sudah mengambil langkah besar dengan memulai pembangunan MRT yang
terkatung- katung selama puluhan tahun.
Sumber : Sindonews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar