Jumat, 02 November 2012

Jurnal 5 - Hasil Pengamatan



Review

KAJIAN DAMPAK KOPERASI TERHADAP ANGGOTANYA *)

*) Kajian Suplementasi Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK tahun 2006.
Artikel diterima 12 Mei 2009, peer review 12 Mei s.d. 8 Juni 2009, review akhir 7 Juli 2009.
**) Peneliti pada Deputi bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK (peneliti kajian)

Oleh :
Achmad H. Gopar**)


IV. Hasil Penelitian

       Secara umum dapat dikatakan bahwa para responden anggota koperasi adalah para anggota yang pekerjaaannya sebagai petani (74,1%). Usia mereka yang berada diatas 35 tahun ada sebanyak 83,3% dari keseluruhan responden. Mereka umumnya mempunyai latar belakang pendidikan yang belum memadai. Hanya sekitar 51,7% dari mereka yang mempunyai pendidikan diatas sekolah lanjutan pertama (SLP). Selebihnya mereka mengaku paling tinggi hanya tamat SLP. Namun demikian dari keseluruhan responden anggota tersebut umumnya mereka telah mendapatkan pendidikan non-formal dan keterampilan rata-rata sebanyak 2,4 kali. Keterangan secara menyeluruh untuk semua lokasi penelitian dapat dikaji lebih lanjut pada tabel 2.

       Jikalau kita tinjau ciri keanggotaan lainnya (tabel 3) terlihat bahwa para responden umumnya telah menjadi anggota koperasi selama lebih dari lima tahun (73,7%). Hanya sebagian kecil saja dari mereka yang menjadi anggota di koperasi lainnya (32%). Hal tersebut dapat dimaklumi. Karena mereka umumnya hidup di pedesaan. Organisasi koperasi di pedesaaan pada umumnya KUD adalah berbasis kewilayahan.


        Hal menarik lainnya adalah motivasi menjadi anggota koperasi. Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa menjadi anggota koperasi tidaklah hanya berdasarkan motivasi dan keinginan sendiri. Hanya sekitar 55,3% saja yang menjadi anggota koperasi atas keinginan sendiri. Sedangkan sebanyak 31,3% lainnya menjadi anggota koperasi karena atas anjuran kepala desa. Ini menarik untuk dikemukakan. Ternyata pengaruh anjuran para pembina dan pengurus ternyata masih cukup kecil. Pengaruh anjuran pembina dan pengurus terhadap calon anggota untuk menjadi anggota koperasi yang hanya sekitar 8% tentunya belumlah bisa menggambarkan bahwa anjuran dan penyuluhan belum memadai. Efektivitasnya perlu untuk dikaji lebih lanjut.


      Ciri lainnya yang penting untuk dikaji adalah kenyataan bahwa para anggota koperasi umumnya merupakan petani kecil. Berlahan sempit kepemilikan lahan rata-rata hanya sekitar 0,96 ha. Tentunya kepemilikan lahan ini sangatlah bervariasi antar lokasi penelitian. Di Sumatera Utara para anggotanya menjadi pemilik kebun kelapa sawit ternyata memiliki lahan yang jauh lebih luas dari rata-rata kepemilikan lahan tersebut diatas (sekitar 1,2 ha). Begitu juga halnya dengan di Sulawesi Utara yang kepemilikan lahan para anggota koperasinya rata-rata sekitar 1,3 ha. Bagaimana manfaat dan dampak koperasi bagi anggotanya dalam hal ketersediaan beberapa komoditi dan ketepatan waktunya dapat dilihat pada tabel 4 dibawah ini.


        Dari tabel 4 terlihat bahwa komoditi pupuk ketersediaan dan ketepatan waktunya merupakan yang tertinggi angka persentasenya. ini berarti sebagian besar dari responden (77,3%) menyatakan bahwa komoditi pupuk cukup tersedia dan waktunya tepat saat dibutuhkan. Untuk komoditi lainnya seperti obat-obatan dan bibit, kredit, dan lainnya, ternyata belumlah cukup memuaskan ketersediaan dan ketepatan waktunya. Masing-masing hanya 63,3%, 57,3%, dan 64% saja dari para responden yang menyatakan bahwa ketersediaan beberapa komoditi tersebut adalah cukup dan pada waktu yang tepat.

     Dalam hal transaksi antara anggota dan koperasinya, sebagian besar para responden (75,3%) menyatakan mereka mendapatkan kemudahan dari cara pembayaran yang diberikan oleh koperasi.


     Mengenai harga komoditi, ternyata mendapatkan tanggapan yang cukup berbeda antar daerah. Sebagaimana terlihat pada tabel 5, bahwa sebagian anggota koperasi sarnpel di Sumatera Utara (56%) dan D.I. Yogyakarta (86%), harga pembelian komoditi milik anggota oleh koperasi jika dibandingkan dengan pasaran umum adalah normal ataupun relatip sama. Hanya sebagian kecil saja dari mereka (3%) yang menyatakan harga pembelian oleh koperasi adalah lebih tinggi. Ini sangat berbeda dengan pendapat para anggota koperasi sampel di Sulawesi Utara. Sebanyak 62% dari para respondennya menyatakan bahwa harga pembelian oleh koperasi adalah lebih tinggi. Hal tersebut dapat dimaklumi jika kita melihat latar belakang para anggota koperasi di Sulawesi Utara. Pada umumnya adalah para petani cengkeh yang sistem jual belinya sudah diatur dengan sistem tataniaga cengkeh. Hal ini menarik untuk disimak dan dikaji jika dibandingkan jawaban responden dari Sumatera Utara adalah sebanyak 28% dari mereka menyatakan harga koperasi adalah lebih rendah. Apakah hal tersebut berkaitan dengan komoditi kelapa sawit yang kelola. Kiranya perlu pendalaman lebih lanjut.

       Pada umumnya para responden menyatakan harga koperasi dapat dijadikan patokan harga bagi komoditi yang mereka kelola. Ada sebanyak 72% responden menyatakan bahwa harga koperasi merupakan barometer transaksi jual beli. Demikian juga dengan kepastian harga, sebanyak 83,3% responden menyatakan bahwa koperasi telah memberikan kepastian harga bagi komoditi yang mereka kelola. Berarti koperasi sedikit banyak telah dapat mengendalikan harga komoditi yang dikelola anggota. Hal tersebut menyebabkan terhindarnya fluktuasi harga yang merugikan anggota.

       Kemanfaatan lain yang dirasakan para responden adalah dalam hal pemasaran komoditi dan peminjaman modal ke koperasi. Hal ini dapat dilihat pada tabel 6. Dalam hal kemudahan informasi pasar, sebanyak 92% responden menyatakan mendapatkan kemudahan dalam mendapatkan informasi pasar. Mengenai kemanfaatan informasi tersebut, umumnya sepakat (sekitar 95,3% responden) menyatakan bahwa informasi pasar yang mereka dapatkan tersebut adalah membantu memahami pasar. Selain itu sebanyak 72,6% responden menyatakan bahwa pelayanan koperasi dalam hal informasi pasar ini adalah baik. Sebanyak 7% dari mereka menyatakan pelayanan tersebut sangat baik. Dalam hal pinjaman, sebanyak 34% responden menyatakan pernah meminjam uang kepada koperasi. Sebagian besar (80,7%) menyatakan bahwa proses peminjaman tersebut cukup mudah dan tidak berbelit-belit. Umumnya 92% responden menyatakan bahwa bunga yang dikenakan oleh koperasi cukup rendah.


      Bagaimana dampak koperasi dirasakan oleh anggota. Hal ini dapat dikaji pada tabel 7. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa sebanyak 81,3% responden menyatakan bahwa koperasi telah memberikan dampak yang positif terhadap kemajuan anggota. Umumnya sebanyak 98,7% responden sepakat menyatakan bahwa koperasi telah memberikan dampak positif terhadap peningkatan lapangan kerja di daerah kerjanya.

          Pengaruh koperasi terhadap peningkatan perekonomian desa ternyata, mendapatkan tanggapan positif dari para responden. Sebanyak 51,7% responden menyatakan bahwa koperasi cukup mempengaruhi, sedangkan sebanyak 45% lainnya menyatakan sangat mempengaruhi terhadap peningkatan perekonomian pedesaan.

          Ada sebanyak 85% responden menyatakan bahwa koperasi dapat merupakan alat perubahan dalam pembangunan ekonomi. Angka persentase tersebut hampir sama dengan yang menyatakan bahwa koperasi dapat merupakan alat pertumbuhan dalam perekonomian anggota. Sebanyak 86,3% responden menyatakan bahwa koperasi dapat merupakan alat pertumbuhan dalam perekonomian anggota. Sebagai alat perubahan, koperasi dimaksudkan dapat menjadi wahana atau agen untuk setiap perubahan (change agent) dalam pembangunan. Sebagai alat pertumbuhan dalam perekonomian anggota, maka koperasi diharapkan dapat mengembangkan dan meningkatkan perekonomian anggota.

      Selain hal-hal tersebut di atas, ada sebanyak 72% responden yang menyatakan bahwa koperasi merupakan alat perlindungan dalam pembangunan ekonomi. Di lain pihak ada sebanyak 71,3% lainnya menyatakan bahwa koperasi dapat merupakan fasilitator dalam pembangunan ekonomi.


          Dari uraian di atas diungkapkan dampak koperasi sebagaimana yang dirasakan oleh anggota. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa koperasi telah memberikan dampak positif dalam hal-hal sebagaimana diterangkan di atas. Namun demikian perlu diingat bahwa ukuran yang digunakan dimaksud adalah ukuran subjektif-kualitatif, sehingga sebenarnya masih diperlukan lagi pengukuran yang bersifat objektif-kuantitatif.









Tidak ada komentar:

Posting Komentar