Review
Kajian Tentang Keterkaitan Koperasi Sekunder dengan Koperasi Primer Anggotanya*)
*) Kajian Asdep Urusan Penelitian Koperasi tahun 2007.
Artikel diterima 24 April 2009, peer review 24 April 2009, review akhir 7 Juli 2009
**) Kabid. Kehutanan, Deputi Bidang Produksi (koordinator kajian)
***) Peneliti pada Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK
Oleh :
Togap Tambunan**) dan Jannes Situmorang***)
IV. GAMBARAN UMUM KOPERASI
4.1 Koperasi Sekunder Tingkat Provinsi
Dari hasil survei lapangan pada 8 provinsi, diperoleh 33 koperasi sekunder. Jumlah tersebut dibagi dalam 12 jenis koperasi masing-masing: (1) PUSKUD (Puskud Jatim, Jateng, Sumbar, NTT, Sulsel, Sumut, dan Kalbar); (2) GKSI Jateng; (3) PUSKOPDIT (Puskopdit Jateng, NTT, Sumut); (4) PUSKUD MINA (Puskud Mina Jatim); (5) PKP-RI (PKP Sumbar, NTT, Sulsel, Sumut, Lotim dan Lobar); (6) PUSKOPPAS (Puskoppas Sulsel); (7) PUSKOPPONTREN (Puskoppontren Sulsel); (8) PUSKSP (Puskospin Jatim, NTB); (9) PUSKOPWAN (Puskowan Jatim, Sumbar, Sulsel); (10) PUSKOPPOLDA (Puskoppolda Sumbar, NTT, Sulsel, Puskopad A’DAM VII/WRB, Sumut); (11) PUSAT KOPERASI VETERAN (Puskop Purnawirawan & Warakawuri TNI & Polri NTT), dan (12) PKSU (PKSU NTB dan Kalbar).
Sesuai data yang terkumpul, sebagian koperasi-koperasi sekunder tingkat provinsi mengalami perkembangan yang makin maju, sebagian lagi tidak mengalami kemajuan berarti atau tetap statis dan sebagian lainnya malah mengalami perkembangan yang makin menurun. Keragaan masing-masing koperasi sekunder tingkat provinsi secara rata-rata selama 5 tahun terakhir menurut urutan nilai-nilai yang paling tinggi hingga terendah dapat dilihat pada Gambar 3.
Dari sisi jumlah anggota, PUSKUD memiliki anggota (KUD) yang paling banyak, disusul PKP–RI. Sedangkan koperasi-koprerasi lainnya memiliki jumlah anggota lebih sedikit (kurang dari 100 unit). Pada jumlah unit usaha, PUSKUD, PUSKOPPOLDA dan PUSKUD MINA memiliki jumlah yang lebih banyak. Dari sisi usaha, jumlah modal dan volume usaha PUSKUD, GKSI Jateng dan PUSKOPWAN mencapai nilai terbesar. Namun pada nilai SHU, tiga koperasi yang mencapai nilai yang paling besar adalah PUSKOPPAS, PUSKOPPOLDA, dan PUSKUD. Meskipun dari modal PUSKUD memiliki modal yang paling besar namun nilai SHU-nya lebih rendah dibanding rata-rata yang dicapai oleh PUSKOPPAS dan PUSKOPPOLDA. Sementara itu PUSKUD MINA mengalami kerugian dimana SHU-nya bernilai rata-rata negatif dalam 5 tahun terakhir.
Sesuai data yang terhimpun, sebanyak 69,70% koperasi sekunder tingkat provinsi sampel (atau 23 koperasi) sudah memiliki gedung kantor berstatus milik sendiri. Sebanyak 24,24% atau 8 koperasi menempati gedung kantor berstatus pinjaman, dan sebanyak 6,06% atau 2 koperasi masih menempati gadung kantor dengan status kontrak. Dari segi usia, sebanyak 33,33% koperasi berusia lebih dari 20 tahun, sebanyak 30,30% berusia 10 sampai 20 tahun, dan sisanya 36,36% berusia 3 sampai 9 tahun.
Sebanyak 54,55% koperasi sekunder tingkat provinsi melakukan RAT setiap tahun dalam 5 tahun terakhir. Sedangkan yang melakukan RAT empat kali sebanyak 15,15%, tiga kali sebanyak 12,12%, dua kali sebanyak 6,06%, satu kali sebanyak 6,06%, dan yang tidak melakukan RAT sama sekali sebanyak 6,06%. Data ini menunjukkan masih cukup banyak koperasi sekunder yang menyeleggarakan RAT setiap tahun. Ini menunjukkan mereka cukup aktif dan tetap menjalankan ketentuan administrasi secara baik.
Dari sisi provinsi, 4 provinsi masing-masing Jawa Timur, Jawa Tengah, Kalimantan Barat dan Sumatera Barat, hampir 90% Koperasi Sekundernya aktif menyelenggarakan RAT setiap tahun selama 5 tahun terakhir. Tiga provinsi masing-masing NTT, Sulawesi Selatan dan Sumatera Utara kurang dari 50% koperasi sekundernya menyelenggarakan RAT setiap tahun. Sedangkan provinsi NTB 50% koperasi sekundernya menyelenggarakan RAT setiap tahunnya. Bahkan masing-masing satu koperasi sekunder dari NTT, Sulawesi Selatan dan Sumatera Barat hanya menjalankan RAT satu kali selama 5 tahun terakhir.
Dari sisi permodalan, hampir semua koperasi sekunder tingkat provinsi mengeluhkan kekurangan modal untuk pembiayaan usahanya. Namun dengan segenap keterbatasan yang ada mereka tetap berusaha untuk tetap eksis menjalankan usaha yang ada. Rata-rata Koperasi sekunder menghadiri RAT yang diselenggarakan koperasi primer anggotanya. Namun dalam hal kerjasama membangun jaringan usaha yang saling terkait dengan usaha anggotanya, jarang dilakukan. Ada beberapa koperasi primer sampel menyatakan tidak memperoleh informasi memadai dari koperasi sekunder dalam kegiatan pengembangan usaha dan informasi pasar.
Sesuai data yang terkumpul, sebagian koperasi-koperasi sekunder tingkat provinsi mengalami perkembangan yang makin maju, sebagian lagi tidak mengalami kemajuan berarti atau tetap statis dan sebagian lainnya malah mengalami perkembangan yang makin menurun. Keragaan masing-masing koperasi sekunder tingkat provinsi secara rata-rata selama 5 tahun terakhir menurut urutan nilai-nilai yang paling tinggi hingga terendah dapat dilihat pada Gambar 3.
Dari sisi jumlah anggota, PUSKUD memiliki anggota (KUD) yang paling banyak, disusul PKP–RI. Sedangkan koperasi-koprerasi lainnya memiliki jumlah anggota lebih sedikit (kurang dari 100 unit). Pada jumlah unit usaha, PUSKUD, PUSKOPPOLDA dan PUSKUD MINA memiliki jumlah yang lebih banyak. Dari sisi usaha, jumlah modal dan volume usaha PUSKUD, GKSI Jateng dan PUSKOPWAN mencapai nilai terbesar. Namun pada nilai SHU, tiga koperasi yang mencapai nilai yang paling besar adalah PUSKOPPAS, PUSKOPPOLDA, dan PUSKUD. Meskipun dari modal PUSKUD memiliki modal yang paling besar namun nilai SHU-nya lebih rendah dibanding rata-rata yang dicapai oleh PUSKOPPAS dan PUSKOPPOLDA. Sementara itu PUSKUD MINA mengalami kerugian dimana SHU-nya bernilai rata-rata negatif dalam 5 tahun terakhir.
Sesuai data yang terhimpun, sebanyak 69,70% koperasi sekunder tingkat provinsi sampel (atau 23 koperasi) sudah memiliki gedung kantor berstatus milik sendiri. Sebanyak 24,24% atau 8 koperasi menempati gedung kantor berstatus pinjaman, dan sebanyak 6,06% atau 2 koperasi masih menempati gadung kantor dengan status kontrak. Dari segi usia, sebanyak 33,33% koperasi berusia lebih dari 20 tahun, sebanyak 30,30% berusia 10 sampai 20 tahun, dan sisanya 36,36% berusia 3 sampai 9 tahun.
Sebanyak 54,55% koperasi sekunder tingkat provinsi melakukan RAT setiap tahun dalam 5 tahun terakhir. Sedangkan yang melakukan RAT empat kali sebanyak 15,15%, tiga kali sebanyak 12,12%, dua kali sebanyak 6,06%, satu kali sebanyak 6,06%, dan yang tidak melakukan RAT sama sekali sebanyak 6,06%. Data ini menunjukkan masih cukup banyak koperasi sekunder yang menyeleggarakan RAT setiap tahun. Ini menunjukkan mereka cukup aktif dan tetap menjalankan ketentuan administrasi secara baik.
Gambar 3. Keragaan Koperasi Sekunder Tingkat Provinsi
Dari sisi permodalan, hampir semua koperasi sekunder tingkat provinsi mengeluhkan kekurangan modal untuk pembiayaan usahanya. Namun dengan segenap keterbatasan yang ada mereka tetap berusaha untuk tetap eksis menjalankan usaha yang ada. Rata-rata Koperasi sekunder menghadiri RAT yang diselenggarakan koperasi primer anggotanya. Namun dalam hal kerjasama membangun jaringan usaha yang saling terkait dengan usaha anggotanya, jarang dilakukan. Ada beberapa koperasi primer sampel menyatakan tidak memperoleh informasi memadai dari koperasi sekunder dalam kegiatan pengembangan usaha dan informasi pasar.
4.2 Koperasi Primer Anggota
Koperasi primer anggota dari koperasi sekunder yang terpilih dalam penelitian ini berjumlah 107 koperasi. Jumlah ini dikategorikan menurut 12 jenis koperasi sekunder tingkat provinsi dengan perincian sebagai berikut: (1) KUD, 26 koperasi; (2) KUD Susu, 4 koperasi; (3) KOPDIT, 11 koperasi; (4) KUD MINA, 2 koperasi; (5) KPRI, 24 koperasi; (6) KOPPAS, 6 koperasi; (7) KOPPONTREN, 1 koperasi; (8) KSP, 7 koperasi; (9) KOPWAN, 5 koperasi; (10) KOPPOLDA, 12 koperasi, dan (11) KSU, 9 koperasi.
Pada umumnya sebagian koperasi primer mengalami perkembangan yang makin maju, sebagian lagi tidak mengalami kemajuan berarti atau tetap statis dan sebagian lainnya malah makin menurun. Keragaan masing-masing golongan koperasi secara rata-rata selama 5 tahun (tahun 2001 – 2005) menurut urutan nilai terbesar dapat dilihat pada Gambar 4.
Dari sisi jumlah anggota, KUD Susu memiliki anggota jauh lebih banyak diikuti, KUD MINA, KOPDIT, KUD, dan seterusnya. Pada sisi pengurus, KSP, KOPWAN, dan KOPPONTREN memiliki jumlah pengurus lebih banyak dibanding koperasi-koperasi lainnya. Untuk jumlah unit usaha, KSI memiliki jumlah yang lebih banyak (9 unit) diikuti masing-masing oleh KUD MINA dan KUD.
Pada umumnya sebagian koperasi primer mengalami perkembangan yang makin maju, sebagian lagi tidak mengalami kemajuan berarti atau tetap statis dan sebagian lainnya malah makin menurun. Keragaan masing-masing golongan koperasi secara rata-rata selama 5 tahun (tahun 2001 – 2005) menurut urutan nilai terbesar dapat dilihat pada Gambar 4.
Dari sisi jumlah anggota, KUD Susu memiliki anggota jauh lebih banyak diikuti, KUD MINA, KOPDIT, KUD, dan seterusnya. Pada sisi pengurus, KSP, KOPWAN, dan KOPPONTREN memiliki jumlah pengurus lebih banyak dibanding koperasi-koperasi lainnya. Untuk jumlah unit usaha, KSI memiliki jumlah yang lebih banyak (9 unit) diikuti masing-masing oleh KUD MINA dan KUD.
Dari sisi modal, KUD memiliki modal terbesar mencapai Rp. 11,4 milyar jauh di atas koperasi-koperasi lainnya. Modal terbanyak kedua dicapai oleh KUD Susu disusul KOPDIT dan KOPWAN. Pada nilai volume usaha, KSI mencapai volume usaha terbesar disusul KOPWAN dan KOPPAS. Sedangkan nilai SHU terbesar dicapai oleh KOPPAS disusul KUD dan KSP. Sedangkan KUD MINA mencapai nilai SHU yang paling rendah.
Dari sisi rasio keuangan, KOPPOLDA, KSU, KPRI, dan KUD mencapai nilai solvabilitas dan likuiditas yang lebih besar. Nilai solvabilitas dan likuiditas yang besar ini memiliki arti keempat koperasi tersebut memiliki kemampuan lebih baik dalam mengembalikan hutang. Sedangkan untuk rasio rentabilitas, 5 koperasi yang mencapai nilai paling besar adalah KPRI, KOPPAS, KOPPOLDA, KOPWAN, dan KSP. Nilai ini memiliki arti dari setiap seratus rupiah harta masing-masing koperasi, mampu menghasilkan nilai SHU sebesar nilai persentase masing-masing.
Dari data yang terkumpul diketahui bahwa sebanyak 69,16% koperasi primer sampel atau 74 koperasi sudah memiliki gedung kantor berstatus milik sendiri. Sebanyak 10,28% atau 11 koperasi menempati gedung kantor berstatus sewa, dan sebanyak 20,56% atau 22 koperasi masih menempati gedung kantor dengan status pinjaman. Dari segi usia, sebanyak 39,25% atau 42 koperasi berusia lebih dari 20 tahun. Juga sebanyak 39,25% atau 42 koperasi berusia 10 sampai 20 tahun, dan sisanya 21,49% atau 23 koperasi berusia 3 sampai 9 tahun. Dari data ini, 78,50% koperasi primer sampel sudah berusia lebih dari 10 tahun.
Perkembangan koperasi primer anggota koperasi sekunder tingkat provinsi dominan lebih baik. Dari 107 koperasi primer anggota, 59,81% atau 64 koperasi melaksanakan RAT setiap tahunnya selama 5 tahun terakhir. Hanya 2,80% atau 3 koperasi yang hanya melaksanakan RAT satu kali selama 5 tahun. Sisanya 37,38% atau 40 koperasi menyelanggarakan RAT 2-4 kali. Ini menunjukkan pada umumnya semua koperasi primer anggota masih beroperasi secara aktif dan konsisten menjalankan RAT setiap tahunnya.
Secara umum, koperasi primer sampel tetap memenuhi kewajiban mereka yakni membayar simpanan pokok dan wajib kepada koperasi sekunder. Kesulitan utama yang dihadapi koperasi primer adalah permodalan yang terbatas. Beberapa koperasi primer sampel yang bergerak pada bidang perdagangan mengeluhkan persaingan harga yang makin ketat dengan swalayan dan pasar modern yang ada. Kesulitan lainnya adalah mengenai kemampuan sumber daya manusia pengurus koperasi yang belum baik. Ini adalah hambatan utama yang sering menyebabkan para anggota keluar dari keanggotannya.
Rata-rata koperasi primer terjalin usahanya dengan koperasi sekunder hanya sebatas organisasi dan belum kepada pelaksanaan fungsi-fungsi secara nyata. Rata-rata koperasi primer membutuhkan campur tangan pemerintah menangani permasalahan yang mereka hadapi mengenai bantuan permodalan, pembinaan dan pelatihan managemen serta kerjasama dengan berbagai pihak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar